Minggu, 12 Desember 2010

Teknik Perbanyakan Puring

Puring bisa diperbanya dengan mudah. Dari batang keras yang dimiliki, metode stek dan cangkok paling mudah dilakukan. Selain punya waktu yang relatif singkat hasil perbanyakan juga 100 % sama dengan indukan.

Tanaman hias dengan batang keras seperti halnya puring memang bisa tumbuh dengan mengandalkan penyerubukan alami. Namun butuh waktu cukup lama dan juga biji yang dihasilkan tidak bisa stabil kadang banyak dan sedikit. Dan yang utama hasil anakan dari biji punya kemungkinan besar tidak sama dengan indukan

Tak syak, cara tercepat dan teraman adalah perbanyakan dengan model cangkok maupun stek.

Cara kerja stek maupun cangkok sebenarnya adalah menumbuhkan akar sebagai serapan nutrisi pada bagian yang diinginkan. Metode ini hampir semua tanaman yang punya batang keras atau berkayu bisa melakukannya namun dengan karakter berbeda.

Sebagai tanaman berbatang keras, puring punya karakter berbeda dengan tanaman berkarakter batang lunak. Bila disejajarkan maka perbanyakan puring sama dengan tanaman yang sering kita lihat di sekitar kita yaitu seperti tanaman buah.

Berikut dua alternatif tips dan trik perbanyakan puring.

Metode Stek Lebih Cepat
Metode stek merupakan cara yang paling mudah untuk dilakukan sebab tidak perlu persiapan yang panjang selain itu alat yang digunakan juga tidak terlalu rumit.

1. Siapkan peralatan yang terdiri dari gunting tanaman, pisau, plastik penutup, tali plastik, pot dan media tanam.

2. Siapkan media tanam dengan campuran pasir, dengan humus bambu.

3. Pilih batang puring yang sudah terlihat tua untuk dipotong. Cirinya cukup mudah perhatikan kulit bila sudah berwarna cokelat seperti kulit kayu berarti batang sudah siap distek.

4. Potong dengan menggunakan gunting tanaman yang sudah dibersihkan. Hindari pengunaan pisau sebab batang punya struktur yang keras dan mengandung kayu.

5. Setelah terpisah jangan lupa untuk untuk menutup luka di pohon indukan dengan fungisida.

6. Bila daun terlihat rimbun potong di bagian bawah dengan menyisakan sekitar 5-7 daun. Tujuannya untuk mengurangi penguapan yang harus di jaga selama proses stek.

7. Ikat sisa daun mengarah keatas dan tutup dengan plastik untuk mengurangi penguapan.

8. Rendam potongan bawah dalam larutan perangsang akar sekitar 15-20 menit.

9. Masukkan dalam media tanam dengan urutan stylofoam/ gabus bisa juga dengan menggunakan pecahan genting, selanjutnya masukkan pasir hingga setengah pot. Setelah itu masukkan potongan stek.

10. Lapisan atas gunakan campuran pasir dengan humus bambu hingga penuh.

11. Tekan media tanam hingga batang bisa berdiri tegak.

12. Siram media tanam dengan menggunakan sisa air perangsang akar

13. Tempatkan di tempat teduh.

Tanda berhasilnya proses stek bisa dilihat dari kondisi daun selama satu hingga dua minggu. Bila terlihat tetap segar bahkan tumbuh tunas baru berarti stek berhasil dan tutup plastik bisa dilepas.

Cara stek ini punya kelebihan cepat dan mudah namun keberhasilan proses ini masih punya keberhasilan hingga 90 %. Jadi masih ada kemungkinan 10 % tidak berhasil.

Untuk meminimalkan kegagalan usahakan saat melakukan pemotongan stek dipastikan pohon dalam keadaan sehat.

Selain itu batang juga harus sudah tua supaya pertumbuhan akar bisa maksimal. Yang tak kalah penting adalah untuk menjaga kelembaban dengan menempatkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari.

Cara Cangkok Lebih Aman
Cara kedua yang bisa dilakukan adalah dengan cangkok. Cara ini punya keberhasilan lebih besar daripada model stek sebab akar dirangsang sebelum batang di potong. Namun beberapa nursery menganggap cara ini jauh lebih merepotkan.

1. Pilih batang yang sudah tua dengan warna cokelat. Usahkan batang yang dipilih lebih tua dari metode stek

2. Siapkan pisau tajam, plastik, media tanam, dan tali plastik.

3. Kupas kulit batang sekitar 3-4 cm untuk tempat media tanam cangkok.

4. Masukkan media tanam yang terdiri dari humus daun dan bungkus dengan plastik

5. Lubangi plastik untuk memberikan sirkulasi udara

6. Siram media cangkok untuk menjaga kelembaban tanaman jadi jaga agar tidak kering

7. Bila akar sudah terlihat lepas media tanam dan potong batang.

8. Masukan dalam pot urutan sama dengan model stek.

Metode cangkok ini lebih aman sebab saat dipisah dari indukan batang sudah mempunyai akar sehingga yang harus dijaga adalah kandungan nutrisinya. Namun cangkok memang punya waktu lebih lama dan batang yang dipilih harus lebih tua dari metode stek. (bayu)

(Sumber: http://tabloidgallery.wordpress.com/)

Cara Mengatasi Musuh2 Besar Sansevieria

Pada dasarnya tidak terlalu banyak hama dan penyakit yang menyerang sansevieria. Namun demikian beberapa hama dan patogen penyebab penyakit sering mengganggu pertumbuhan tanaman ini. Hama pada sansevieria umumnya dari jenis serangga yang merusak tanaman. Sedangkan penyakit yang menyerang adalah jamur dan bakteri.

Hama
Siput
Siput yang telanjang atau yang berumah akan menyerang bagian daun, bahkan akar tanaman. Gejalanya mudah dikenali, karena tampak adanya bekas gigitan pada daun dan kotoran yang berserakan di sekitar tanaman. Siput aktif menyerang sansevieria pada malam hari. “Pada umumnya, pemberantasan hama ini bisa dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengambil dan membuang siput yang umumnya berada di bagian bawah daun. Akan tetapi, bila serangannya cukup hebat, dapat digunakan melusida Metaphar atau Moluskil dengan dosis sesuai anjuran,” ujar Syaichul.

Thrips
Selain siput, hama jenis thrips juga sering menyebabkan kerusakan yang parah. Hama jenis ini menghisap cairan tanaman, sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Di Indoensia, thrips yang menyerang biasanya dari jenis Herciotrips Feronalis. Hama ini biasanya akan menyerang pada musim kemarau. Thrips dapat diberantas dengan Kelthane, Tracer, atau Supracide dengan dosis sesuai anjuran.

Penyakit
Penyakit yang menyerang sansevieria umumnya merupakan gangguan yang diakibatkan oleh adanya patogen atau jasad renik yang tidak terlihat oleh mata biasa.

Busuk lunak (becterial stem rot)
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia Carotovora yang menyerang daun atau akar tanaman, terutama menginfeksi melalui luka yang menganga. Daun atau akar yang terserang tampak berwarna kecoklat-coklatan dan terasa lunak bila dipegang, berlendir, serta berbau tidak enak, dan lama kelamaan akan berubah seperti bubur.

Penyakit ini muncul apabila kondisi tanaman lembab akibat hujan yang terus menerus dan kurang cahaya. Patogen ini cepat menyebar melalui perantara air, serangga, tangan, alat pertanian, ataupun pakaian pekerja.

Cara mengatasi serangan patogen ini adalah dengan memangkas bagian yang terkena serangan dan mengolesinya dengan Na-hipoklorit (Clorox), serta membakar bagian yang terkena serangan. Sementara, untuk mencegah serangan bagian lainnya digunakan bakterisida Agrept sesuai dosis anjuran.

Busuk akar
Busuk akar disebabkan oleh jamur Aspergillus niger. Jamur ini muncul apabila kondisi media tumbuh terlalu basah. Apabila jamur ini telah menyerang, satu-satunya cara agar serangan tidak meluas adalah sebagai berikut :

Angkat tanaman dan potong akar yang busuk. Akan terlihat kumpulan spora jamur yang berwarna coklat kehitam-hitaman.

Cuci perakaran sampai bersih dan rendam sebentar dalam larutan fungisida (misalnya : Aliette dengan dosis sesuai anjuran dan labelnya).

Tanaman dalam media baru.
Bakar media yang lama, karena telah tercemar spora jamur.

Bercak daun
Gejala serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur Fusarium Moniliforme ini khas sekali, yaitu munculnya warna ungu kemerah-merahan pada daun yang terserang. Selanjutnya, bercak kemerah-merahan akan melebar dan membentuk luka. Pemupukan nitrogen yang terlalu tinggi akan memacu serangan fusarium ini.

Untuk mencegah meluasnya serangan, lakukan langkah-langkah berikut :

Mula-mula, keluarkan tanaman dari pot dan buang bagian yang sakit.

Selanjutnya, tanam dalam media baru dan semprot dengan fungisida misalnya: Benlate, Dithane, atau Antracol dengan dosis sesuai label.

Cara pengendalian Hama & Penyakit Sansevieria

Pengendalian mekanis
Pengendalian secara mekanis dilakukan apabila serangan hama masih dalam jumlah terbatas. Misalnya, siput dapat diambil dengan tangan dan dibunuh. Demikian juga dengan kutu yang terdapat pada bagian daun dapat didorong dengan kuku dan dibunuh. Semut-semut yang tidak terlalu banyak pun dapat diambil secara manual dengan tangan.

Sanitasi
Menjaga kebersihan lingkungan merupakan salah satu cara untuk menangkal serangan hama dan penyakit. Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman merupakan tempat persembunyian yang disukai hama dan patogen penyebab penyakit. Dengan membersihkan kebun secara rutin, hama tidak mempunyai kesempatan untuk bersembunyi. Selain itu, kebun yang bersih akan sedap dipandang dan merupakan lingkungan kerja yang baik.

Kultur teknis
Pemeliharaan tanaman yang baik dapat meningkatkan kesehatan tanaman. Penyiraman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta penggantian media tumbuh dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Secara tidak langsung, kultur teknis yang baik dapat memantau keberadaan hama dan penyakit secara dini.

Pengendalian Kimiawi
Apabila serangan hama dan penyakit telah berada di ambang batas atau mencapai 10%, pengendalian secara kimiawi merupakan pilihan. Akan tetapi, pemakaian bahan kimia secara berlebihan akan membawa dampak negatif bagi lingkungan. Untuk itulah penggunaanya harus terkontrol. [adi]

(Sumber: Tabloid Galery, http://tabloidgallery.wordpress.com/2007/09/18/bolpho-pyllom/)

Perbanyakan Sanse Cara Potong Daun

Berikut adalah teknik dan trik perbanyakan sanse menurut Iwan Hendrayanta, kolektor sanse di Permata Hijau, Jaksel.

1. Siapkan tanaman induk bahan cacah. Induk mesti sehat dengan panjang daun minimal 15-20 cm.

2. Potong-potong daun sepanjang 5 cm. Susun potongan daun di tempat terpisah supaya tidak terbalik bagian pangkal dan ujung. Bila salah menanam-bagian ujung yang ditancapkan ke media-tunas tak bakalan muncul.

3. Seluruh bagian daun dapat digunakan, termasuk pangkal. Daun yang lebar, dibagi dua.

4. Siapkan pot. Lubangi lagi bagian dasar yang masih tertutup supaya air siraman tidak mengendap. Itu mengurangi risiko busuk.

5. Letakkan styrofoam di dasar pot untuk menambah porositas dan aerasi lancar.

6. Masukkan media pasir hingga ½-¾ volume pot.

7. Olesi pangkal cacahan daun sansevieria dengan perangsang akar. Olesi ujung daun dengan fungisida untuk menghindari busuk.

8. Tanam cacahan daun di media, lalu pendam dengan sisa media hingga mendekati bibir pot.

9. Hasil tanam, jangan disiram dan kena hujan hingga 3 minggu. Letakkan di tempat ternaungi.

10. Anakan siap dipisahkan setelah 4-5 bulan atau memiliki 3 daun. Sebetulnya bila daun sehat, anakan dengan 1 daun pun siap dipisah.

11. Tanam anakan di media campuran pasir dan sekam bakar dengan perbandingan 1:1. Perawatan selanjutnya seperti tanaman dewasa. Pemberian pupuk 2 kali seminggu diberikan lewat daun.***

(Dari: TRUBUS edisi Maret 2008)

Kamis, 02 Desember 2010

Hidup Di Era Menjelang Hadirnya Puncak Fitnah

oleh Ihsan Tandjung
Hidup di dunia merupakan sebuah perjalanan panjang menghadapi ujian dari waktu ke waktu. Setiap orang yang mengaku beriman pasti diuji Allah dalam hidupnya. Jika seseorang tidak mau diuji caranya mudah. Tinggalkan saja pengakuan diri sebagai seorang beriman. Selesai, dia tidak bakal diuji lagi oleh Allah. Sehingga syaithan-pun tertawa, dan itu berarti pekerjaan syaithan sudah selesai terhadap orang itu karena ia lebih memilih kekafiran sebagai jalan hidup daripada keimanan. Namun bagi seorang yang mengaku beriman, maka mustahil ia dapat menghindari ujian dalam hidupnya. Sebab Allah memang sengaja menghadapkannya kepada ujian hidup agar tersingkap siapa sesungguhnya dirinya. Apakah ia seorang yang jujur dalam pengakuan keimanannya? Ataukah ia sekedar lip service alias dusta yakni manis di mulut namun faktanya berperilaku, bersikap, berfikir layaknya seorang yang tidak beriman.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut [29] 2-3)
Jadi, Allah menyajikan fitnah atau ujian bagi orang beriman supaya menjadi jelas siapa jatidiri sesungguhnya di mata Allah. Apakah ia seorang muslim-mukmin yang jujur ataukah muslim yang dusta. Dan bila tingkat kedustaannya sedemikian mendasar dan meluas, maka bukan mustahil ia bahkan akan dinilai Allah sebagai seorang munafiq. Wa na’udzubillaahi min dzaalika. Sebab di antara ciri orang beriman sejati ialah mustahil berdusta.
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ جَبَانًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ بَخِيلًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا فَقَالَ لَا
Telah menceritakan kepadaku Malik dari Shafwan bin Sulaim berkata; "Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah seorang mukmin bisa menjadi penakut?" Beliau menjawab: 'Ya." Kemudian ditanya lagi; "Apakah seorang mukmin bisa menjadi bakhil?" Beliau menjawab: "Ya." Lalu ditanyakan lagi; "Apakah seorang mukmin bisa menjadi pembohong?" Beliau menjawab: "Tidak." (HR. Malik No. 1571)
Ujian paling berat dalam kehidupan di dunia ialah sosok Ad-Dajjal. Semenjak manusia pertama dihadirkan ke muka bumi hingga datangnya hari Kiamat ummat manusia tidak dihadapkan kepada fitnah yang lebih dahsyat daripada fitnah Ad-Dajjal.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَهْبَطَ اللَّهُ إِلَى الأَرْضِ مُنْذُ خَلَقَ آدَمَ إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ فِتْنَةً أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ
“Allah tidak menurunkan ke muka bumi —sejak penciptaan Adam as hingga hari Kiamat— fitnah yang lebih dahsyat daripada fitnah Ad-Dajjal.” (HR. Thabrani No. 1672)
Sedemikian seriusnya urusuan ini sehingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam menegaskan bahwa para Nabiyullah sebelum beliau selalu memperingatkan ummatnya masing-masing akan bahaya fitnah Ad-Dajjal. Tidak ada seorang Nabipun yang diutus Allah ke muka bumi kecuali memperingatkan ummatnya akan puncak fitnah tersebut.
خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَأَطْنَبَ فِي ذِكْرِهِ ثُمَّ قَالَ مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا قَدْ أَنْذَرَهُ أُمَّتَهُ لَقَدْ أَنْذَرَهُ نُوحٌ أُمَّتَهُ وَالنَّبِيُّونَ مِنْ بَعْدِهِ
Pada saat Haji Wada' Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkhutbah, beliau menyebut-nyebut Al-Masih Ad-Dajjal kemudian beliau terus menyebutnya berulang kali hingga beliau bersabda: "Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan telah memperingatkan umatnya tentang Dajjal. Dan Nabi Nuh ’alaihis-salam telah menperingatkan hal itu kepada umatnya, juga para Nabi yang datang sesudahnya." (HR. Ahmad No. 5909)
Para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Salam juga sangat peduli dengan urusan puncak fitnah ini. Sehingga dalam obrolanpun mereka biasa memperbincangkan persoalan Ad-Dajjal. Sungguh berbeda dengan obrolan manusia di era yang katanya modern ini.
ذُكِرَ الدَّجَّالُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَأَنَا لَفِتْنَةُ بَعْضِكُمْ أَخْوَفُ عِنْدِي مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ وَلَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِمَّا قَبْلَهَا إِلَّا نَجَا مِنْهَا وَمَا صُنِعَتْ فِتْنَةٌ مُنْذُ كَانَتْ الدُّنْيَا صَغِيرَةٌ وَلَا كَبِيرَةٌ إِلَّا لِفِتْنَةِ الدَّجَّالِ
Dajjal disebut-sebut di dekat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam lalu beliau bersabda, "Sungguh fitnah sebagian dari kalian lebih aku takutkan dari fitnahnya Dajjal. Dan tiada seseorang dapat selamat dari aneka fitnah sebelum fitnah Ad-Dajjal melainkan pasti selamat pula darinya (fitnah Ad-Dajjal) setelahnya. Dan tiada fitnah yang dibuat sejak adanya dunia ini —baik kecil ataupun besar— kecuali untuk menyambut fitnah Ad-Dajjal." (HR. Ahmad No. 22215)
Berdasarkan hadits di atas berarti kondisi fitnah di dunia akan kian memuncak seiring dengan semakin dekatnya saat keluarnya Ad-Dajjal. Sungguh kita wajib waspada menghadapi keadaan dunia saat menjelang munculnya puncak fitnah tersebut. Sehingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: Dan tiada seseorang dapat selamat dari aneka fitnah sebelum fitnah Ad-Dajjal melainkan pasti selamat pula darinya (fitnah Ad-Dajjal) setelahnya. Yang berarti hal sebaliknyapun bakal terjadi: Barangsiapa yang terjatuh ke dalam jeratan aneka fitnah sebelum fitnah Ad-Dajjal, niscaya ia bakal terjatuh ke dalam jeratan fitnah Ad-Dajjal sesudahnya.
Sungguh, keadaan dunia dewasa ini sedemikian diselimuti oleh aneka fitnah sehingga banyak sekali ummat manusia yang terjerat ke dalamnya, tanpa kecuali sebagian kaum muslimin yang mengaku beriman. Dan celakanya, tidak sedikit di antara mereka yang menganggap ringan akan hal ini. Padahal ada yang sampai terjerat fitnah yang bukan saja mengakibatkan dirinya menjadi berdosa —di sisi Allah— secara biasa-biasa saja. Melainkan ia telah terjerat ke dalam fitnah yang mengakibatkan batalnya (terhapusnya) eksistensi iman dirinya di mata Allah. Wa na’udzubillah min dzaalika.
بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan paginya menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia." (HR. Ahmad No. 8493)
Sejujurnya, dunia dewasa ini menawarkan jebakan fitnah secara lengkap. Fitnah meliputi segenap aspek kehidupan manusia modern. Fitnah dapat ditemukan dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan, medis, militer, pertahanan keamanan, media-massa, hiburan, olah-raga bahkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama…! Singkat kata, rangkaian fitnah yang menyebabkan dunia modern menjadi laksana sepenggalan malam yang gelap-gulita, telah membentuk dirinya menjadi sebuah peradaban dunia yang penuh kezaliman dan penyimpangan dari petunjuk Allah, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya.
Pantaslah bilamana seorang penulis muslim berkebangsaan Inggris bernama Ahmad Thomson menyebut dunia modern sebagai sebuah Sistem Dajjal. Ia menulis di dalam bukunya: Dajjal memiliki tiga sisi/aspek:
• Dajjal sebagai oknum.
• Dajjal sebagai gejala sosial budaya global.
• Dajjal sebagai kekuatan yang tidak tampak/kekuatan gaib/kekuatan sihir.
Menurut pendapat ulama, dua aspek yang terakhir akan didirikan sebelum Dajjal sebagai oknum muncul. Artinya, ia akan muncul ketika sistem pendukung yang dibutuhkan berada di tempatnya di seluruh dunia baik secara langsung atau tidak langsung. (Sistem Dajjal; Ahmad Thomson; Penerbit Semesta, halaman 1)
Yang lebih mengkhawatirkan lagi ialah kenyataan bahwa berdasarkan sebuah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam ternyata kondisi masyarakat dunia dewasa ini telah memenuhi dua pra-syarat menjelang keluarnya Ad-Dajjal. Pertama, kebanyakan manusia sudah tidak peduli membicarakan persoalan Ad-Dajjal. Dan kedua, bahkan para juru da’wah-pun sudah tidak memperingatkan ummat akan betapa bahayanya puncak fitnah tersebut.
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْرُجُ الدَّجَّالُ حَتَّى يَذْهَلَ النَّاسُ عَنْ ذِكْرِهِ وَ حَتَّى تَتْرُكَ الْأَئِمَّةُ ذِكْرَهُ عَلَى الْمَنَابِرِ
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, “Ad-Dajjal tidak akan keluar sampai manusia tidak lagi menyebut-nyebutnya dan sampai para Imam tidak lagi menyebutkannya di atas mimbar-mimbar." (HR. Ahmad No. 16073)
Manusia modern menganggap pembicaraan soal Ad-Dajjal merupakan pembicaraan yang tidak realistik dan bermuatan mitos atau legenda. Barangsiapa membicarakan soal urusan yang satu ini pasti dianggap orang aneh dan ketinggalan zaman alias orang jadul (zaman dulu). Padahal para sahabat justeru sangat peduli sehingga urusan Ad-Dajjal sering masuk dalam obrolan di antara sesama mereka. Demikian pula para penyeru da’wah, ustadz, imam, kyai, pemuka agama, ulama dan muballigh di atas mimbar-mimbar dewasa ini semakin sedikit yang memandang penting memperingatkan ummat akan bahaya puncak fitnah ini. Padahal tidak seorang Nabi-pun yang diutus Allah kecuali telah memperingatkan ummatnya masing-masing akan bahayanya. Dan peradaban dunia modern yang dikomandani kaum kuffar Barat sangat cocok untuk dijuluki sebagai sebuah Sistem Dajjal.
Bila kita memahami masalah di atas dengan jujur dan obyektif, niscaya kita dapat mengerti mengapa begitu banyak masalah pelik terjadi di negeri ini bahkan di seluruh dunia. Ideologi yang ditawarkan ialah materialisme, sekularisme, pluralisme dan liberalisme. Politiknya Machiavelli (tujuan menghalalkan segala cara) dan Demokrasi (bukan Allah yang berdaulat melainkan manusia). Ekonominya ribawi-yahudi (mengandalkan bunga bank). Tatanan sosialnya berhirarki alias berkasta (sesama manusia saling menyembah/menghamba satu sama lain). Hukumnya mengabaikan hukum Allah berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah (yang berlaku hukum bikinan manusia alias hukum thaghut). Budayanya hedonisme (menghamba kepada pemenuhan hawa nafsu). Militernya berprinsip right or wrong is my country (tidak bertujuan hidup mulia di bawah naungan syariat atau mati syahid). Media-massa mempunyai motto bad news is good news sehingga cenderung tebar fitnah, gosip, fenomona kemusyrikan, kekerasan, glamour dan seks bebas. Sedangkan praktek beragama masyarakat cenderung taqlid alias asal melestarikan tradisi nenek-moyang, bukan merujuk kepada petunjuk Allah dan RasulNya sehingga fenomena pengkultusan para pemuka agama merebak.
Dalam keadaan dunia kacau dan sarat kezaliman seperti sekarang ini sangatlah mungkin bila oknum Ad-Dajjal tampil ke panggung dunia menipu, menyihir dan mengelabui ummat manusia. Dengan mudah ia akan disambut dan dipandang sebagai sang penyelamat oleh para pengelola dunia modern yang hakikatnya telah lama mempersiapkan peradabannya menjadi sebuah Sistem Dajjal. Saudaraku, waspadalah. Kita sedang hidup di era menjelang hadirnya puncak fitnah.
اللهم إني أعوذبك بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab jahannam, azab kubur, fitnah kehidupan dan kematian serta dari jahatnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal" (HR. Muslim No. 924)

Selasa, 06 Juli 2010

Khasiat Daun Sirih

Daun sirih sangat terkenal karena khasiatnya yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, yaitu dari mimisan (keluar darah dari hidung) sampai dengan diare dan sakit gigi



Mimisan
Ambil daun sirih satu lembar, gulung sambil di tekan agar keluar minyaknya lalu gunakan untuk menyumbat hidung yang mengeluarkan darh

Diare
Ambil 4 - 6 lembar daun sirih, 6 biji lada, 1 sendok makan minyak kelapa.
Tumbuk semua bahan bersama-sama sampai halus, lalu gosokkan pada bagian perut. Ulangi sampai sembuh

Sakit gigi
Pengobatan: Di kumur
1. daun sirih direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih lalu dinginkan air rebusan tersebut.
Gunakan air rebusan untuk berkumur. Diulang secara teratur sampai sembuh.
2. Ambil 2 lembar daun sirih yang telah diremas, garam secukupnya.

Caranya, bahan tersebuh diseduh dengan air panas sebanyak 1 gelas, kemudian aduk sampai garam larut, biarkan sampai dingin. Air tersebut digunakan untuk berkumur.


Alergi
Pengobatan: luar, di oleskan pada bagian yang gatal
Bahan: 6 lembar daun sirih, 1 potong jahe kuning, 1,5 sendok minyak kayu putih.

Caranya, semua bahan tersebut ditumbuk bersama-sama hingga halus, kemudian digosokkan pada bagian badan yang gatal-gatal.


Bronkhitis
Ambil 7 lembar daun sirih dan 1 potong gula batu.

Caranya, daun sirih dirajang halus, kemudian direbus bersama gula batu dengan air 2 gelas sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas, lalu disaring. Air rebusan diminum 3 kali sehari, masing-masing 3 sendok makan.


Keputihan
Ambil 7 - 10 lembar daun sirih.

Caranya, daun sirih direbus dengan 2,5 liter air sampai mendidih. Saat masih hangat, air rebusan daun sirih tersebut dipakai untuk membasuh dan membersihkan seputar kemaluan secara berulang-ulang.


dari berbagai sumber

Senin, 05 Juli 2010

Manfaat-manfaat Menghafal Al-Qur'an

Manfaat-manfaat Menghafal Al-Qur'an
Rabu, 30/06/2010 09:53 WIB | email | print | share
Oleh Abduldaem Al-Kaheel

Berbagai kajian kontemporer membuktikan bahwa hafalan Al-Qur’an dapat menjaga seseorang dari berbagai penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, serta meningkatkan kreatifitas dan relaksasi.

Amal terbaik yang bisa dikerjakan seseorang adalah membaca Al-Qur’an, mengamalkan kandungannya, menerapkan perintah Allah, dan menjauhi larangan Allah. Selama pengalaman interaksi dengan Al-Qur’an dalam kurun waktu lebih dari dua puluh tahun, saya menemukan sebuah kepastian bahwa Al-Qur’an memiliki pengaruh yang besar terhadap kepribadian manusia.

Ketika Anda membaca sebuah bukti tentang Neuro Linguistic Programming, atau tentang seni manajemen waktu, atau seni bergaul, maka penulisnya akan mengatakan: membaca buku ini dapat mengubah hidup Anda. Artinya, kitab apapun yang dibaca seseorang itu akan memengaruhi perilaku dan kepribadiannya, karena kepribadian meurpakan hasil dari wawasan dan pengalaman seser, serta apa yang dibaca, dilihat dan didengarnya.

Sudah barang tentu buku-buku karangan manusia ini pengaruhnya terbatas. Tetapi, ketika berbicara tentang Kitab Allah yang menciptakan manusia, dimana Dia lebih mengetahui apa yang ada dalam diri manusia dan apa yang menjadikannya lebi hbaik, maka sudah barang tentu kita menemukan dalam kitab ini informasi-informasi yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya di dunia dan akhirat. Karena Al-Qur’an adalah cahaya, obat dan petunjuk. Di dalam kita temukan masa lalu dan masa mendatang. Allah berfirman, “Yang tidak datang kepadanya (Al Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS Fushshilat [41]: 42).

Dapat saya tegaskan bahwa setiap ayat yang Anda baca, renungkan dan hafal itu dapat menciptakan perubahan dalam hidup Anda! Bagaimana dengan orang yang membaca dan menghafal seluruh Al-Qur’an? Tidak diragukan bahwa bacaan Al-Qur’an, perenungan, dan penyimakan dengan khusyuk itu dapat merekonstruksi kepribadian seseorang, karena Al-Qur’an mengandung berbagai prinsip dan dasar-dasar yang solid bagi caracter building.

Saya akan menyampaikan pengalaman sederhana tentang sejauh mana pengaruh Al-Qur’an terhadap kepribadian seseorang, bahkan satu ayat saja! Saya pernah membaca firman Allah: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 216) Dalam hati saya berkata, ayat ini pasti mengandung sebuah hukum pasti yang memberi kebahagiaan bagi orang yang mengimplemensikannya dalam hidup.

Sebelum membaca ayat ini, saya sedang merasa sedih karena mengalami suatu musibah, atau merasakan ketakutan terhadap masa depan, karena saya sedang mencemaskan suatu hal.

Setelah merenungkan ayat ini dalam waktu yang cukup lama, saya menyadari bahwa Allah telah menadirkan segala sesuatu, dan Dia tidak akan memilihkan untukku selain yang terbaik bagiku, karena Dia mengetahui masa depan, sedangkan saya tidak. Demikianlah, akhirnya saya memandang segala sesuatu dengan optimis, meskipun secara lahir menyedihkan. Saya selalu mengharapkan terjadinya hal baik, meskipun menurut perhitungan tidak demikian.

Allah telah menetapkan setiap hal yang akan terjadi padaku sejak usiaku 42 hari dalam kandungan. Lalu, untuk apa aku bersedih. Selama Allah mendengar dan mengatur alam semesta ini, untuk apa takut dan cemas? Karena Allah yang menakdirkan dan memilihkannya untukku, maka itu pasti baik, bermanfaat, dan memberi kebahagiaan.

Demikianlah, kepribadian saya berubah dari akarnya menjadi pribadi yang optimis dan bahagia, dan terbebas dari banyak masalah yang mungkin saja terjadi seandainya Allah tidak memberiku kesempatan untuk merenungkan ayat ini, memahami, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulannya, berpegang teguh pada Al-Qur’an dan menjaga tilawahna itu dapat berpengaruh positif terhadap kepribadian seseorang, meninggalkan sistem kekebalan dalam dirinya, melindunginya dari berbagai penyakit psikologis, membantunya untuk sukses dan mengambil keputusan-keputusan yang sulit. Jadi, Al-Qur’an adalah jalan Anda untuk menjadi kreatif, memimpin, bahagia dan sukses!

Hafalan Alquran Dapat Mencegah Berbagai Penyakit

Hafalan Alquran Dapat Mencegah Berbagai Penyakit
Selasa, 06/07/2010 10:49 WIB | email | print | share
Oleh Abduldaem Al-Kaheel


Sebuah kajian baru membuktikan bahwa semakin banyak hafalan seseorang terhadap Al-Qur’an Al-Karim, maka semakin baik pula kesehatan. Dr. Shalih bin Ibrahim Ash-Shani’, guru besar psikologi di Universitas Al-Imam bin Saud Al-Islamiyyah, Riyadh, meneliti dua kelompok responden, yaitu mahasiswa/i Universitas King Abdul Abdul Aziz yang jumlahnya 170 responden, dan kelompok mahasis Al-Imam Asy-Syathibi yang juga berjumlah 170 responden.

Peneliti mendefinisikan kesehatan psikologis sebagai kondisi dimana terjadi keselarasan psikis individu dari tiga faktor utama: agama, spiritual, sosiologis, dan jasmani. Untuk mengukurnya, peneliti menggunakan parameter kesehatan psikis –nya Sulaiman Duwairiat, yang terdiri dari 60 unit.

Penelitian ini menemukan adanya korelasi positif antara peningkatan kadar hafalan dengan tingkat kesehatan psikis, dan mahasiswa yang unggul di bidang hafalan Al-Qur’an itu memiliki tingkat kesehatan psikis dengan perbedaan yang sangat jelas.

Ada lebih dari tujuh puluh kajian, baik Islam atau asing, yang seluruhnya menegaskan urgensi agama dalam meningkatkan kesehatan psikis seseorang, kematangan dan ketenangannya. Sebagaimana berbagai penelitian di Arab Saudi sampai pada hasil yang menegaskan peran Al-Qur’an Al-Karim dalam meningkatkan ketrampilan dasar siswa-siswa sekolah dasar, dan pengaruh yang positif dari hafalan Al-Qur’an untuk mencapai IP yang tinggi bagi mahasiswa.

Kajian tersebut memberi gambaran yang jelas tentang hubungan antara keberagamaan dengan berbagai bentuknya, terutama menghafal Al-Qur’an Al-Karim, dan pengaruh-pengaruhnya terhadap kesehatan psikisi individu dan kepribadiannya, dibanding dengan individu-individu yang tidak disiplin dengan ajaran-ajaran agama, atau tidak menghafal Al-Qur’an, sedikit atau seluruhnya.

Komentar terhadap Kajian:

Setiap orang yang menghafal sebagian dari Al-Qur’an dan mendengar bacaan Al-Qur’an secara kontinu itu pasti merasakan perubahan yang besar dalam hidupnya. Hafalan Al-Qur’an juga berpengaruh pada kesehatan fisiknya. Melalui pengalaman dan pengamatan, dipastikan bahwa hafalan Al-Qur’an itu dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada seseorang, dan membantunya terjaga dari berbagai penyakit.

Berikut ini adalah manfaat-manfaat hafalan Al-Qur’an, seperti yang penulis dan orang lain rasakan:

1. Pikiran yang jernih.
2. Kekuatan memori.
3. Ketenangan dan stabilitas psikologis.
4. Senang dan bahagia.
5. Terbebas dari takut, sedih dan cemas.
6. Mampu berbicara di depan publik.
7. Mampu membangun hubungan sosial yang lebih baik dan memperoleh kepercayaan dari orang lain.
8. Terbebas dari penyakit akut.
9. Dapat meningkatkan IQ.
10. Memiliki kekuatan dan ketenangan psikilogis.

Karena itu Allah berfirman, “Sebenarnya, Al Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang lalim.” (QS Al-‘Ankabut [29]: 49)

Ini adalah sebagian dari manfaat keduniaan. Ada manfaat-manfaat yang jauh lebih besar di akhirat, yaitu kebahagiaan saat berjumpa dengan Allah, memperoleh ridha dan nikmat yang abadi, mendapatkan tempat di dekat kekasih mulia Muhammad Saw.

Rabu, 19 Mei 2010

Tips memilih bibit dan pakan kambing

Posted on August 24, 2008 by Nick

Salah satu faktor keberhasilan dalam beternak kambing, adalah keterampilan memilih bibit ternak (bakalan). Dari bibit yang baik akan menghasilkan keturann yang baik dan cepat tumbuh, terlebih dengan teknik pemberian pakan yang baik dan teratur.
Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit kambing antara lain :

Umur Ternak : 8 – 12 bulan
Berat Badan : 10 – 15 kg
Ciri-ciri :

* warna kebanyakan tunggal yaitu coklat, hitam, putih, sawo matang atau kombinasi.
* temperamen lincah
* Kepala kecil dan ringan
* Telinga panjang dan mempunyai tanduk

Untuk pemberian pakan perlu diperhatikan dalam pemilihan dan pemberiaan pada ternak, pakan yang akan diberikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Mengandung gizi lengkap seperti protein, karbohidrat, vitamin dan mineral.
2. Disukai ternak
3. Mudah dicerna dan tidak menimbulkan gangguan pencernaan atau racun
4. Jumlahnya mencukupi

Jenis Pakan :

1. HIJAUAN :
Hijauan merupakan pakan utama kambing. Penggunaan 100% hijauan sebagai bahan pakan untuk kebutuhan pokok dan berproduksi hanya bisa diberikan bila kwalitas hijauan dijamin baik, dalam arti memenuhi syarat pakan. Hijaun pakan ternak terdiri dari rumput-rumputan, leguminosa dan sisa hasil pertanian.
2. MAKANAN PENGUAT/KONSETRAT :
Contoh makanan penguat : biji-bijian, umbi-umbian, dedak halus/bekatul, ampas tahu dan sebagainya.

Patokan umum bahan makanan yang diperlukan adalah 10% dari berat badan. Namun karena jumlah hijauan yang tidak dimakan cukup besar, dikarenakan sudah tua atau tidak disenangi ternak, maka perhitungan di dua kalikan. Sebagai contoh perhitungan untuk kambing dengan berat badan 30kg, maka hijauan yang harus disediakan adlah : 30X10/10X2= 6 kg/ekor/hari

Sedangkan untuk kebutuhan air pada ternak kambing berkisar antara 1,5 – 2,5 liter air, karena tubuh terdiri 70% air. Apabila sampai mengalami kekurangan air 20% akan berakibat kematian. Air tersebut dibutuhkan untuk pencernaan, sehingga air harus bersih, tidak beracun, dan harus selalu ada.

Komposisi rumput dan dauanan untuk kambing :

Kambing dewasa membutuhkan 75% rumput dan 25% daunan
Kambing bunting membutuhkan 60% rumput dan 40% daunan
Kambing menyusui membutuhkan 50% rumput dan 50% daunan
Kambing Anak lepas membutuhkan 60% rumput dan 40% daunan

sumber : disnakjatim

Selasa, 11 Mei 2010

Pelajaran Isra’ dan Mi’raj

Pelajaran Isra’ dan Mi’raj
Khutbah Jum'at
25/7/2008 | 22 Rajab 1429 H | Hits: 12.659
Oleh: Ibnu Jarir, Lc
--------------------------------------------------------------------------------


إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره, ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له, ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله. والحمد لله حمدا الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ. أما بعد..فيأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل وتمسك بهذا الدين تمسكا قويا والاستقامة في سبيله حتى يأتينا اليقين.

الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (103)

فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى (10) مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى (11) أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى (12) وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16)

dakwatuna.com - “Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya[847] agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” Al-Isra: 1

“Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang Telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang Telah dilihatnya. Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang Telah dilihatnya? Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.” An-najm: 10-16

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Tidak terasa bahwa kita sudah berada di bulan Rajab yang mulia, berarti beberapa bulan ke depan kita akan bersua kembali dengan bulan yang penuh berkah, Ramadhan Al-Mubarak. Di mulai dari bulan Rajab inilah Rasulullah mempersiapkan diri dan keluarganya untuk menyambut kedatangan tamu agung Ramadhan dengan berbagai persiapan istimewa demi menggapai kesempurnaan dan kebaikan Allah swt. yang berlimpah ruah. Dengan berdoa: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami berjumpa dengan bulan Ramadhan.”

Salah satu peristiwa besar yang hanya terjadi sekali seumur kehidupan manusia adalah peristiwa isra dan mi’raj Rasulullah saw. Isra’ berarti perjalanan Rasulullah di malam hari dari Masjdil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Sedangkan mi’raj berarti dinaikannya Rasulullah menghadap Allah di sidratil muntaha.

Peristiwa yang maha agung ini menunjukkan keagungan Rasul yang terpilih untuk menjadi subjek dalam peristiwa ini. Dalam beberapa riwayat, Rasuullah bahkan menjadi imam sholat bagi seluruh para nabi sebelumnya. Keagungan Rasul ini tentu menjadi kebanggaan dan kebahagian kita selaku umatnya dengan tetap mempertahankan dan memelihara kemuliaan tersebut dalam kehidupan kita. Jika tidak, maka berarti kita telah mengotori kemuliaan tersebut. Apalagi dengan sengaja menyalahi aturan dan sunnahnya. Na’udzu biLlah.

Peristiwa isra’ dan mi’raj diabadikan oleh Al-Qur’an dalam surah yang dinamakan dengan peristiwa tersebut, yaitu surah Al-Isra’. Bahkan peristiwa inilah yang mengawali surah ini. Simaklah firman Allah swt.:

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Isra’: 1).

Dalam riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa Rasulullah senantiasa membaca surah ini bersama surah Az-Zumar pada malam hari.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Sudut pandang tentang isra’ dan mi’raj memang bisa beragam; dari kacamata akidah, isra mi’raj mengajarkan tentang kekuasaan Allah swt. yang tidak terhingga.

Dari sudut pandang sains, mengajarkan bagaimana dunia keilmuan masih menyisakan teori ilmiah yang belum terkuak. Benarkan pernyataan tulus para malaikat Allah swt: “Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (2:32).

Dari sudut pandang moralitas, peristiwa ini mengajarkan bagaimana adab dan akhlak seorang hamba kepada Khaliqnya. Sungguh beragamnya sudut pandang ini menunjukkan keagungan peristiwa yang hanya sekali terjadi sepanjang kehidupan manusia, dan hanya terjadi kepada seorang insan pilihan, Rasulullah saw.

Sayyid Quthb menafsirkan ayat pertama dari surah Al-Isra ini dengan menyebutkan bahwa ungkapan tasbih yang mengawali peristiwa ini menujukkan keagungannya, karena tasbih diucapkan manakala menyaksikan atau melihat sesuatu yang luar bisa yang hanya mampu dilakukan oleh Dzat yang Maha Kuasa. Sedangkan lafadz “bi’abdihi” adalah untuk mengingatkan status manusia (Rasulullah) dengan anugerahnya yang bisa mencapai maqam tertinggi sidratul muntaha, agar ia tetap sadar akan kedudukanya sebagai manusia meskipun dengan penghargaan dan kedudukan yang tertinggi sekalipun yang tidak akan pernah dicapai oleh seluruh manusia sampai hari kiamat.

Allah swt. memilih perjalanan isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha adalah karena ada ikatan ideologis yang sangat erat; antara akidah Nabi Ibrahim dengan Nabi Muhammad saw. Disamping ikatan kemasjidan antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dalam konteks keutamaannya. Rasulullah mengingatkan:

“Tidak dianjurkan mengadakan perjalanan kecuali menuju tiga masjid; Masjid Haram di Mekah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Aqsha di Palestina.” (Bukhari).

Ini juga untuk mengingatkan umat Islam semua bahwa hubungan ideologis antara seluruh umat Islam dengan Palestina tidak boleh padam dan harus terus diperjuangkan.

بارك الله لنا ولكم في القرآن العظيم ونفعنا وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم و نستغفر الله فإنه غفور رحيم

sikap terhadap tayangan televisi

Sikap Terhadap Tayangan Televisi
Khutbah Jum'at
12/6/2009 | 18 Jumadil Akhir 1430 H | Hits: 4.574
Oleh: Thalhah Nuhin, Lc.
--------------------------------------------------------------------------------


الحمد لله الذي بعث النبيين مبشرين ومنذرين وأنزل معهم الكتاب بالحق ليحكم بين الناس فيما اختلفوا فيه وما اختلف فيه إلا الذين أوتوه من بعد ما جاءتهم البينات بغيا بينهم فهدى الله الذين آمنوا لما اختلفوا فيه من الحق بإذنه والله يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له كما شهد هو سبحانه وتعالى أنه لا إله إلا هو والملائكة وأولوا العلم قائما بالقسط لا إله إلا هو العزيز الحكيم وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الذي ختم به أنبياءه وهدى به أولياءه ونعته بقوله في القرآن الكريم لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم فإن تولوا فقل حسبي الله لا إله إلا هو عليه توكلت وهو رب العرش العظيم وصلى الله عليه وعلى آله أفضل صلاة وأفضل تسليم أما بعد….
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6)
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam, Tuhan Yang Maha Pengasih tanpa pilih kasih dan Tuhan Yang Maha Penyayang tanpa pandang sayang. Akhirnya, kita semua dalam hari yang mulya ini, hari yang penuh berkah ini dan hari yang agung ini, masih mampu merespon nida rabbani (seruan Allah) dalam surat Jumat ayat 9:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (9)

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Semoga dengan limpahan karunia dan nikmat yang masih kita rasakan sampai saat ini, bisa kita jadikan kembali sebagai sarana kehidupan kita menuju penguatan kualitas ketakwaan, pengokohan keimanan yang bersemayam dalam diri kita dan untuk membangun amal-amal unggulan dalam lembaran sejarah kehidupan kita yang fana ini.

Dampak Teknologi Informasi

Televisi (abc.net.au)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…..

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, lembaran kehidupan manusia tidak pernah lepas dan selalu diwarnai nilai-nilai yang lahir dari produk-produknya seperti media elektronik, media komunikasi dan dunia maya; internet. Produk-produk ini menjadi aksesoris yang sangat penting, tidak hanya menghiasi rumah dan perkantoran, akan tetapi juga melekat dengan diri mereka. Bagi seorang muslim, semua ini harus bisa dijadikan sebagai sarana untuk membangun kesalehan diri, memperbaiki citra diri dan untuk mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Sehingga masuk dalam katagori hadits Rasulullah SAW berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ. رواه الترمذي

Dari Abu Hurairah ra, berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sebagian kebaikan Isalamnya seseorang bila meninggalkan apa-apa yang tidak berfaedah”. HR Imam At-Tirmidzi, hadits gharib.

Bahaya Televisi

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…

Pertanyaannya; apakah produk-produk ini berbahaya bagi kehidupan kita? Apakah hal ini bertentangan dengan makan ibadah yang merupakan tujuan kehidupan ini? Dan apakah sangat bermanfaat bagi kita untuk memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan sepanjang kita bisa dan mampu mengelolanya? Coba kita renungkan sejenak hasil survey tayangan televisi:

“Benjamin Olken, ekonom dari MIT, beberapa tahun lalu pernah meneliti pengaruh televisi di kalangan rumah tangga Indonesia. Kita tahu bahwa pulau Jawa adalah daratan yang terdiri dari sejumlah gunung dan dataran tinggi. Akibatnya ada wilayah yang mendapatkan sinyal televisi bagus namun ada juga yang terperangkap bayangan dataran tinggi sehingga penerimaan sinyalnya terbatas.

Olken mensurvei lebih dari 600 desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah serta membandingkan antara desa yang bisa menjangkau sedikit dengan desa yang bisa menerima banyak saluran televisi. Hasilnya cukup menarik. Setiap bertambah satu channel televisi yang bisa dilihat, maka rata-rata mereka menonton televisi lebih tujuh menit lebih lama. Ketika survei ini dilakukan, hanya ada 7 stasiun televisi nasional. Kalau survei tersebut dilakukan saat ini, bisa jadi waktunya akan bertambah besar.

Temuan lain yang tak kalah menarik adalah di pedesaan dengan penerimaan sinyal televisi yang lebih bagus menunjukkan adanya tingkat partisipasi kegiatan sosial yang lebih rendah. Artinya, orang lebih suka menonton televisi daripada terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Lebih dari itu, di pedesaan tersebut juga terlihat adanya tingkat ketidakpercayaan yang lebih tinggi di antara penduduk yang berakibat pada lesunya kerjasama perekonomian dan perdagangan.”(Pengaruh Televisi Bagi Masyarakat Indonesia, Nofie Iman)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Kemajuan teknologi informasi bisa berdampak positif atau negative. Hal ini sangat tergantung pada penggunanya. Apakah mereka akan memanfaatkan sisi positifnya atau sebaliknya. Sebagaimana tergambar dari hasil survey di atas. Yaitu rendahnya tingkat partisipasi social dari orang-orang yang suka menonton televise karena terlalu banyak menghabiskan waktunya di depan televisi tanpa harus memilah dan memilih acara atau program yang bermanfaat.

Bisa kita simpulkan tentang bahaya televisi bila tidak dikelola dengan management yang islami sebagai berikut:

Pertama; sarana ghazwul fikri (perang pemikiran) dan merusak akhlak

Kedua; sarana sosialisasi budaya permisif, konsumtif, matrialis dan hedonis

Ketiga; sarana menghabiskan waktu untuk yang tidak berfaedah

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Tiga hal ini bisa muncul bila yang mengelola media elektronik adalah orang yang hanya bertujuan untuk mengejar keuntungan tanpa memperhatikan sisi education. Dan juga orang-orang yang mempunyai tujuan untuk merusak moral anak bangsa dan menjauhkan pemuda dari nilai-nilai agama. Maka yang muncul di layar televisi, internet dan media elektronik lainnya, hanyalah program-program yang berbau pornografi, mendorong hubungan bebas, budaya hidup permisif dan matrialis. Coba kita renungkan apa yang pernah diserukan oleh Samuel Zuemer di hadapan para misionaris pada tahun 1935 di Al-Quds: “Tujuan kalian bukan untuk mengeluarkan mereka dari agamanya, akan tetapi memutuskan hubungan dari tali agama sehingga tidak memiliki ikatan akhlak yang kuat…”

Sikap Kita Terhadap televisi

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…

Dalam mengisi kehidupan yang fana ini, perlunya kita memperhatikan kembali citra diri dan keluarga berkaitan dengan media elektronik. Karena bukan hanya diri kita yang dituntut untuk menjadi pribadi yang mempesona, akan tetapi juga istri dan anak-anak kita. Itulah yang ditegaskan Allah SWT dalam salah satu ayatnya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6)

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahriim: 6)

Berangkat dari perenungan ayat ini, maka kita harus bersikap yang benar terhadap beragam tayangan televise. Agar kita benar-benar bisa menjaga diri dan keluarga kita dari hal-hal yang tidak berfaedah yang berujung pada kerugian besar. Semoga kita masih memiliki rasa malu dalam mensikapi berwarna-warni tayangan televisi. Tidak membiasakan menghabiskan waktu berjam-jam di depan TV tanpa memilah dan memilih program yang berfaedah dan bermakna bagi kehidupan keluarga. Wabil khusus berkaitan dengan anak-anak kita. Rasulullah SAW bersabda:

عن ابن مسعود مرفوعاً : (( الاستحياء من الله تعالى أنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وما حَوَى ، وتَحفَظَ البَطنَ وما وَعَى ، ولْتَذْكُرِ الموتَ والبِلى، فمن فَعَل ذلك ، فقد استحيَى من الله حقَّ الحياء ))(رواه الترمذي) .

Dari Ibnu Mas’ud ra –secara marfu’-: “Rasa malu kepada Allah SWT bila kamu menjaga kepala dan isinya, perut dan yang di dalamnya dan hendaklah kamu mengingat kematian dan kehancuran. Maka barang siapa yang melakukan itu, sungguh dia telah memiliki rasa malu yang sebenarnya kepada Allah” HR Imam At-Tirmidzi

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Jadi, yang perlu kita perhatikan pada tayangan dan program TV adalah:

Pertama; Memilah dan memilih program yang bermanfaat dan memiliki nilai education. Jangan sampai kita membiarkan diri kita larut dalam pilihan yang salah bahkan menjerumuskan anak-anak kita. Orang tua harus mendampingi anak-anak dalam menikmati tayangan TV. Tidak hanya mendampingi saja, tapi mengarahkan kepada hal-hal yang baik dan benar untuk masa depannya. Jangan sampai menjadi generasi yang mengabaikan ibadah dan mengikuti hawa nafsunya. Apalagi sangat banyak tanyangan sinetron yang tidak mendidik para pemuda, bahkan menjerumuskan mereka untuk mengikuti dan menteladani hal-hal yang mengarah pada dekadensi moral. Allah SWT berfirman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60)

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun,” (QS. Maryam: 59-60)

Kedua; Memperhatikan waktu secara tepat. Jangan sampai ada satuan waktu yang berlalu tanpa ada satuan kebaikan yang terbangun. Jangan biarkan Waktu-waktu kita berlalu dengan tayangan-tayangan gossip, ghibah, pornografi dan pornoaksi.

إذا تكلمتَ فاذْكُر سَمعَ اللهِ لك ، وإذا سكتَّ فاذكر نظره إليك. )روي هذا القول عن أحمد بن منيع ، وروي عن الربيع بن خثيم ، وروي عن حاتم الأصم . انظر : سير أعلام النبلاء 11/485 ، وصفة الصفوة 3/68 و4/162(

Orang bijak berkata: “Apabila kamu bicara, ingatlah bahwa Allah SWT mendengar kamu dan apabila kamu diam, maka ingatlah bahwa Dia melihatmu.” (dari Imam Ahmad bin Mani’, Ar-Rabi’ bin Khutsaim dan Hatim Al-Asham, lihat Siar A’laam An-Nubalaa: 11/485, shifat Ash-Shofwah: 3/68 & 4/162)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Semoga kita tetap istiqamah dan menjadi hamba-hambanya yang sholeh. Senantiasa mempesona dengan nilai-nilai Islam di hadapan Allah dan di hadapan manusia. Wallahu a’lam.

sikap terhadap tayangan televisi

Sikap Terhadap Tayangan Televisi
Khutbah Jum'at
12/6/2009 | 18 Jumadil Akhir 1430 H | Hits: 4.574
Oleh: Thalhah Nuhin, Lc.
--------------------------------------------------------------------------------


الحمد لله الذي بعث النبيين مبشرين ومنذرين وأنزل معهم الكتاب بالحق ليحكم بين الناس فيما اختلفوا فيه وما اختلف فيه إلا الذين أوتوه من بعد ما جاءتهم البينات بغيا بينهم فهدى الله الذين آمنوا لما اختلفوا فيه من الحق بإذنه والله يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له كما شهد هو سبحانه وتعالى أنه لا إله إلا هو والملائكة وأولوا العلم قائما بالقسط لا إله إلا هو العزيز الحكيم وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الذي ختم به أنبياءه وهدى به أولياءه ونعته بقوله في القرآن الكريم لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم فإن تولوا فقل حسبي الله لا إله إلا هو عليه توكلت وهو رب العرش العظيم وصلى الله عليه وعلى آله أفضل صلاة وأفضل تسليم أما بعد….
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6)
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam, Tuhan Yang Maha Pengasih tanpa pilih kasih dan Tuhan Yang Maha Penyayang tanpa pandang sayang. Akhirnya, kita semua dalam hari yang mulya ini, hari yang penuh berkah ini dan hari yang agung ini, masih mampu merespon nida rabbani (seruan Allah) dalam surat Jumat ayat 9:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (9)

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Semoga dengan limpahan karunia dan nikmat yang masih kita rasakan sampai saat ini, bisa kita jadikan kembali sebagai sarana kehidupan kita menuju penguatan kualitas ketakwaan, pengokohan keimanan yang bersemayam dalam diri kita dan untuk membangun amal-amal unggulan dalam lembaran sejarah kehidupan kita yang fana ini.

Dampak Teknologi Informasi

Televisi (abc.net.au)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…..

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, lembaran kehidupan manusia tidak pernah lepas dan selalu diwarnai nilai-nilai yang lahir dari produk-produknya seperti media elektronik, media komunikasi dan dunia maya; internet. Produk-produk ini menjadi aksesoris yang sangat penting, tidak hanya menghiasi rumah dan perkantoran, akan tetapi juga melekat dengan diri mereka. Bagi seorang muslim, semua ini harus bisa dijadikan sebagai sarana untuk membangun kesalehan diri, memperbaiki citra diri dan untuk mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Sehingga masuk dalam katagori hadits Rasulullah SAW berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ. رواه الترمذي

Dari Abu Hurairah ra, berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sebagian kebaikan Isalamnya seseorang bila meninggalkan apa-apa yang tidak berfaedah”. HR Imam At-Tirmidzi, hadits gharib.

Bahaya Televisi

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…

Pertanyaannya; apakah produk-produk ini berbahaya bagi kehidupan kita? Apakah hal ini bertentangan dengan makan ibadah yang merupakan tujuan kehidupan ini? Dan apakah sangat bermanfaat bagi kita untuk memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan sepanjang kita bisa dan mampu mengelolanya? Coba kita renungkan sejenak hasil survey tayangan televisi:

“Benjamin Olken, ekonom dari MIT, beberapa tahun lalu pernah meneliti pengaruh televisi di kalangan rumah tangga Indonesia. Kita tahu bahwa pulau Jawa adalah daratan yang terdiri dari sejumlah gunung dan dataran tinggi. Akibatnya ada wilayah yang mendapatkan sinyal televisi bagus namun ada juga yang terperangkap bayangan dataran tinggi sehingga penerimaan sinyalnya terbatas.

Olken mensurvei lebih dari 600 desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah serta membandingkan antara desa yang bisa menjangkau sedikit dengan desa yang bisa menerima banyak saluran televisi. Hasilnya cukup menarik. Setiap bertambah satu channel televisi yang bisa dilihat, maka rata-rata mereka menonton televisi lebih tujuh menit lebih lama. Ketika survei ini dilakukan, hanya ada 7 stasiun televisi nasional. Kalau survei tersebut dilakukan saat ini, bisa jadi waktunya akan bertambah besar.

Temuan lain yang tak kalah menarik adalah di pedesaan dengan penerimaan sinyal televisi yang lebih bagus menunjukkan adanya tingkat partisipasi kegiatan sosial yang lebih rendah. Artinya, orang lebih suka menonton televisi daripada terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Lebih dari itu, di pedesaan tersebut juga terlihat adanya tingkat ketidakpercayaan yang lebih tinggi di antara penduduk yang berakibat pada lesunya kerjasama perekonomian dan perdagangan.”(Pengaruh Televisi Bagi Masyarakat Indonesia, Nofie Iman)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Kemajuan teknologi informasi bisa berdampak positif atau negative. Hal ini sangat tergantung pada penggunanya. Apakah mereka akan memanfaatkan sisi positifnya atau sebaliknya. Sebagaimana tergambar dari hasil survey di atas. Yaitu rendahnya tingkat partisipasi social dari orang-orang yang suka menonton televise karena terlalu banyak menghabiskan waktunya di depan televisi tanpa harus memilah dan memilih acara atau program yang bermanfaat.

Bisa kita simpulkan tentang bahaya televisi bila tidak dikelola dengan management yang islami sebagai berikut:

Pertama; sarana ghazwul fikri (perang pemikiran) dan merusak akhlak

Kedua; sarana sosialisasi budaya permisif, konsumtif, matrialis dan hedonis

Ketiga; sarana menghabiskan waktu untuk yang tidak berfaedah

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Tiga hal ini bisa muncul bila yang mengelola media elektronik adalah orang yang hanya bertujuan untuk mengejar keuntungan tanpa memperhatikan sisi education. Dan juga orang-orang yang mempunyai tujuan untuk merusak moral anak bangsa dan menjauhkan pemuda dari nilai-nilai agama. Maka yang muncul di layar televisi, internet dan media elektronik lainnya, hanyalah program-program yang berbau pornografi, mendorong hubungan bebas, budaya hidup permisif dan matrialis. Coba kita renungkan apa yang pernah diserukan oleh Samuel Zuemer di hadapan para misionaris pada tahun 1935 di Al-Quds: “Tujuan kalian bukan untuk mengeluarkan mereka dari agamanya, akan tetapi memutuskan hubungan dari tali agama sehingga tidak memiliki ikatan akhlak yang kuat…”

Sikap Kita Terhadap televisi

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…

Dalam mengisi kehidupan yang fana ini, perlunya kita memperhatikan kembali citra diri dan keluarga berkaitan dengan media elektronik. Karena bukan hanya diri kita yang dituntut untuk menjadi pribadi yang mempesona, akan tetapi juga istri dan anak-anak kita. Itulah yang ditegaskan Allah SWT dalam salah satu ayatnya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6)

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahriim: 6)

Berangkat dari perenungan ayat ini, maka kita harus bersikap yang benar terhadap beragam tayangan televise. Agar kita benar-benar bisa menjaga diri dan keluarga kita dari hal-hal yang tidak berfaedah yang berujung pada kerugian besar. Semoga kita masih memiliki rasa malu dalam mensikapi berwarna-warni tayangan televisi. Tidak membiasakan menghabiskan waktu berjam-jam di depan TV tanpa memilah dan memilih program yang berfaedah dan bermakna bagi kehidupan keluarga. Wabil khusus berkaitan dengan anak-anak kita. Rasulullah SAW bersabda:

عن ابن مسعود مرفوعاً : (( الاستحياء من الله تعالى أنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وما حَوَى ، وتَحفَظَ البَطنَ وما وَعَى ، ولْتَذْكُرِ الموتَ والبِلى، فمن فَعَل ذلك ، فقد استحيَى من الله حقَّ الحياء ))(رواه الترمذي) .

Dari Ibnu Mas’ud ra –secara marfu’-: “Rasa malu kepada Allah SWT bila kamu menjaga kepala dan isinya, perut dan yang di dalamnya dan hendaklah kamu mengingat kematian dan kehancuran. Maka barang siapa yang melakukan itu, sungguh dia telah memiliki rasa malu yang sebenarnya kepada Allah” HR Imam At-Tirmidzi

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Jadi, yang perlu kita perhatikan pada tayangan dan program TV adalah:

Pertama; Memilah dan memilih program yang bermanfaat dan memiliki nilai education. Jangan sampai kita membiarkan diri kita larut dalam pilihan yang salah bahkan menjerumuskan anak-anak kita. Orang tua harus mendampingi anak-anak dalam menikmati tayangan TV. Tidak hanya mendampingi saja, tapi mengarahkan kepada hal-hal yang baik dan benar untuk masa depannya. Jangan sampai menjadi generasi yang mengabaikan ibadah dan mengikuti hawa nafsunya. Apalagi sangat banyak tanyangan sinetron yang tidak mendidik para pemuda, bahkan menjerumuskan mereka untuk mengikuti dan menteladani hal-hal yang mengarah pada dekadensi moral. Allah SWT berfirman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60)

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun,” (QS. Maryam: 59-60)

Kedua; Memperhatikan waktu secara tepat. Jangan sampai ada satuan waktu yang berlalu tanpa ada satuan kebaikan yang terbangun. Jangan biarkan Waktu-waktu kita berlalu dengan tayangan-tayangan gossip, ghibah, pornografi dan pornoaksi.

إذا تكلمتَ فاذْكُر سَمعَ اللهِ لك ، وإذا سكتَّ فاذكر نظره إليك. )روي هذا القول عن أحمد بن منيع ، وروي عن الربيع بن خثيم ، وروي عن حاتم الأصم . انظر : سير أعلام النبلاء 11/485 ، وصفة الصفوة 3/68 و4/162(

Orang bijak berkata: “Apabila kamu bicara, ingatlah bahwa Allah SWT mendengar kamu dan apabila kamu diam, maka ingatlah bahwa Dia melihatmu.” (dari Imam Ahmad bin Mani’, Ar-Rabi’ bin Khutsaim dan Hatim Al-Asham, lihat Siar A’laam An-Nubalaa: 11/485, shifat Ash-Shofwah: 3/68 & 4/162)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….

Semoga kita tetap istiqamah dan menjadi hamba-hambanya yang sholeh. Senantiasa mempesona dengan nilai-nilai Islam di hadapan Allah dan di hadapan manusia. Wallahu a’lam.

rambu memilih pejabat

Rambu Memilih Pejabat
Khutbah Jum'at
17/6/2009 | 23 Jumadil Akhir 1430 H | Hits: 4.317
Oleh: Tim dakwatuna.com
--------------------------------------------------------------------------------


الْحَمْدُ للهِ الَّذِي يُنِيْرُ بِالْهُدَى دُرُوْبَ الْمُؤْمِنِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَاالْحَاضِرُوْنَ أُوْصِى نَفْسِى وَإِيَاكُمْ بِالتَّقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَدْ قَالَ اللهُ فِي تَنْـزِيْلِهِ:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ، وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Hadirin Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia,

Arti dari ayat yang baru saja kita dengar adalah:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai fitnah (cobaan) dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS. Al-Anfal: 27-28)

Kedua ayat ini, zahirnya, berisi larangan kepada orang-orang yang beriman agar tidak mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadanya, dan sejatinya harta dan anak-anak kita adalah bagian dari amanat tersebut yag tak boleh kita sia-siakan, jika kita benar-benar berharap pahala yang besar di sisi Allah swt. Yang sungguh menarik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rahimahuLlah – berargumen dengan ayat ini atas kewajiban setiap orang yang memiliki kewenangan memilih pejabat, baik pejabat eksekutif, legislatif maupun yudikatif, bahkan pejabat militer dan lainnya, agar tidak gegabah dalam menentukan pilihannya. Orang yang memiliki kewenangan untuk memilih pejabat, hendaknya ia memilih orang yang terbaik dan paling tepat untuk jabatan yang akan diembannya, dari sekian banyak kandidat yang ada. Barangsiapa yang memberikan jabatan kepada seseorang semata-mata didasari atas relasi kekerabatan, nasab, teman, suku, ras, aliran atau karena disuap dengan harta atau keuntungan lainnya, atau karena ketidaksukaannya kepada orang yang semestinya berhak menerima jabatan tersebut, maka ia telah mengkhianati amanat Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman (as-Siyaasah asy-Syar’iyah: 14).

Ibnu Taimiyah melanjutkan, biasanya, seseorang karena motivasi kecintaan kepada anaknya, maka ia memilihnya atau memberinya sesuatu yang bukan haknya. Ada juga orang, yang karena ingin menambah kekayaan atau demi mengamankan usahanya ia berkolusi untuk jabatan-jabatan tertentu. Orang yang berlaku demikian, kata ulama yang lebih dikenal dengan syaikhul Islam ini, telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, juga mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadanya (ibid. hal: 15).

Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,

Menurut jumhur (mayoritas) ulama dari berbagai mazhab Islam, bahwa memilih pemimpin atau mengangkat pejabat untuk suatu jabatan tertentu demi kemaslahatan kaum muslimin, hukumnya adalah wajib (al Imamah, al Aamidy: 70-71). Karena keberadaan seorang pemimpin, dalam pandangan Islam, berfungsi untuk menegakkan agama Allah serta untuk menyiasati dan mengatur urusan duniawi masyarakat dengan mengacu kepada agama (Muqadimah Ibnu Khaldun: 211).

Lebih tegas lagi, Imam Ibnu Taimiyah menyatakan, bahwa fungsi jabatan apapun di dalam Islam bertujuan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini berlaku untuk jabatan tertinggi dan jabatan tinggi negara, seperti presiden, panglima perang, kepala kepolisian, direktur bank dan lain sebagainya., sampai jabatan terendah seperti pimpinan rombongan dalam sebuah perjalanan. (al Hisbah: 8-14).

Jabatan merupakan amanah yang harus ditunaikan sebaik-baiknya karena ia akan dipertanggungjawabkan di dunia kepada rakyat, dan kepada Allah kelak di akhirat. Rasulullah saw. pernah mengingatkan Abu Dzar ra. yang sempat meminta jabatan. Beliau katakan, “Sesungguhnya jabatan ini adalah amanah dan sesungguhnya di akhirat akan menyebabkan kekecewaan dan penyesalan, kecuali bagi yang berhak menerimanya dan mampu menunaikan tugas sebagaimana mestinya” (HR. Muslim, no:1826).

Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,

Terdapat beberapa indikator di dalam Al-qur’an, sebagai acuan kita dalam memilih pemimpin. Pertama, bahwa seorang kandidat harus memiliki track record yang baik sebelum ia diangkat sebagai pemimpin, ia memiliki misi dan visi yang mulia untuk menyelamatkan bangsanya dari keterpurukan dan keterbelakangan di segala sektor kehidupan. Hal ini diisyaratkan ketika Allah swt. mengangkat nabi Ibrahim as. sebagai pemimpin bagi seluruh manusia, karena prestasinya yang luar biasa dalam menunaikan misi yang diembannya. Ibrahim dinilai berhasil dalam berdakwah menegakkan tauhid dan mengembalikan loyalitas dan kepatuhan manusia kepada aturan Allah semata. Sejak remaja, ketika ia berhasil menumbangkan berhala-berhala lalu ia dibakar hidup-hidup, hingga usianya yang senja, ketika diuji agar menyembelih putranya, Ismail, dan membangun Ka’bah sebagai lambang kemurnian tauhid, Ibrahim tetap konsisten dalam memegang idealismenya, yakni membawa misi dakwah kerahmatan untuk alam semesta. Namun ketika Ibrahim memohon agar Allah berkenan mengangkat anak keturunannya sebagai pemimpin seperti dirinya, Allah pun menjawab, bahwa tidak boleh orang-orang yang zalim duduk di atas kursi kekuasaan (QS. Al-Baqarah: 124). Karena yang paling berhak menjadi pemimpin hanyalah orang-orang yang shaleh (QS. Al-Anbiya: 105). Tampilnya orang-orang zalim di atas panggung kekuasaan, lebih dikarenakan lemahnya orang-orang shaleh. Tepatlah ucapan khalifah Umar bin Khatthab ra. dalam sebuah do’anya, “Ya Allah, ku mengeluh kepada-Mu, mengapa sang pendosa memiliki kekuatan sedang orang yang terpercaya seringkali lemah” (al Hisbah: 15).

Kedua, kita harus mengangkat pemimpin yang seiman. Allah berfirman, “Janganlah orang-orang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai wali (pemimpin, teman dekat, pelindung) dengan meninggalkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka..” (QS. Ali Imran: 28).

Ketiga, memilih pemimpin juga harus memperhatikan asal-usul kelompok, partai, dan relasi-relasi dekat sang kandidat. Karena betapapun bersih dan keshalihan sang calon, apabila ia berada dalam lingkaran pertemanan, kelompok atau partai yang busuk, lambat laun keshalihannya akan terkikis dan keberadaannya justeru akan dimanfaatkan oleh kelompoknya demi menjustifikasi prilaku menyimpang mereka. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi”. (QS. Ali Imran: 118).

Keempat, pemilih juga harus jeli melihat motivasi sang calon. Orang yang ambisius dalam mencari jabatan tidak layak untuk diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin. Di antara indikasinya, jika ia menempuh segala jalan dan menghalalkan semua cara untuk mendapatkan jabatannya, di antaranya menyuap (money politic), memalsukan berkas-berkas pencalonan dan sebagainya. Ketika berhasil menjabat, orang demikian, tidak akan segan-segan melakukan praktek kotor, demi mengeruk kekayaan pribadi sebesar-besarnya, sekalipun dengan melanggar HAM atau merusak flora dan fauna. Firman Allah, “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan ia mempersaksikan kepada Allah atas (ketulusan) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berkuasa, maka ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan” (QS. Al-Baqarah: 204-205).

Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,

Selain itu, masih terdapat indikator-indikator lain dalam memilih pemimpin dalam Alqur’an, seperti ia harus mempunyai intergritas keilmuan yang terkait dengan kepemimpinannya, sehat jasmani-ruhani dan sebagainya. (QS. Al-Baqarah: 247 dan Al-Qashash: 26).

Di alam demokrasi, seperti di negeri ini, di mana kedaulatan dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat di lembaga-lembaga perwakilan, baik pada tingkat nasional maupun lokal, berada di tangan setiap individu, kita selaku umat berkewajiban memilih calon wakil dan kandidat pemimpin yang shalih, bersih KKN, memiliki integritas agama, keilmuan dan moralitas yang baik, sesuai dengan petunjuk Alqur’an. Kita wajib memberikan dukungan kepada calon pemimpin yang shaleh yang memiliki visi dan misi dakwah rahmatan lil-‘alamin, agar ia mendapatkan kekuatan secara konstitusional sebagai pemimpin negeri ini. Jika tidak, maka kita bakal diperintah oleh sekelompok orang yang tak segan-segan menyengsarakan umat dan bangsa ini ke depan. Na’udzu biLlah min dzalik.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِى القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَاكُمء بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Delapan Tanda Orang Ikhlas

Delapan Tanda Orang Ikhlas
Tazkiyatun Nufus
25/8/2009 | 04 Ramadhan 1430 H | Hits: 13.016
Oleh: Mochamad Bugi
--------------------------------------------------------------------------------


Ayat Al Qur'an surat Al Ikhlash
Dua Syarat Amal

dakwatuna.com – Amal yang kita lakukan akan diterima Allah jika memenuhi dua rukun. Pertama, amal itu harus didasari oleh keikhlasan dan niat yang murni: hanya mengharap keridhaan Allah swt. Kedua, amal perbuatan yang kita lakukan itu harus sesuai dengan sunnah Nabi saw.

Syarat pertama menyangkut masalah batin. Niat ikhlas artinya saat melakukan amal perbuatan, batin kita harus benar-benar bersih. Rasulullah saw. bersabda, “Innamal a’maalu bin-niyyaat, sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya.” (Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadits itu, maka diterima atau tidaknya suatu amal perbuatan yang kita lakukan oleh Allah swt. sangat bergantung pada niat kita.

Sedangkan syarat yang kedua, harus sesuai dengan syariat Islam. Syarat ini menyangkut segi lahiriah. Nabi saw. berkata, “Man ‘amala ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa raddun, barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak pernah kami diperintahkan, maka perbuatan itu ditolak.” (Muslim).

Tentang dua syarat tersebut, Allah swt. menerangkannya di sejumlah ayat dalam Alquran. Di antaranya dua ayat ini. “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh….” (Luqman: 22). “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan….” (An-Nisa: 125)

Yang dimaksud dengan “menyerahkan diri kepada Allah” di dua ayat di atas adalah mengikhlaskan niat dan amal perbuatan hanya karena Allah semata. Sedangkan yang yang dimaksud dengan “mengerjakan kebaikan” di dalam ayat itu ialah mengerjakan kebaikan dengan serius dan sesuai dengan sunnah Rasulullah saw.

Fudhail bin Iyadh pernah memberi komentar tentang ayat 2 surat Al-Mulk, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, supaya Allah menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” Menurutnya, maksud “yang lebih baik amalnya” adalah amal yang didasari keikhlasan dan sesuai dengan sunnah Nabi saw.

Seseorang bertanya kepadanya, “Apa yang dimaksud dengan amal yang ikhlas dan benar itu?” Fudhail menjawab, “Sesungguhnya amal yang dilandasi keikhlasan tetapi tidak benar, tidak diterima oleh Allah swt. Sebaliknya, amal yang benar tetapi tidak dilandasi keikhlasan juga tidak diterima oleh Allah swt. Amal perbuatan itu baru bisa diterima Allah jika didasari keikhlasan dan dilaksanakan dengan benar. Yang dimaksud ‘ikhlas’ adalah amal perbuatan yang dikerjakan semata-mata karena Allah, dan yang dimaksud ‘benar’ adalah amal perbuatan itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.” Setelah itu Fudhail bin Iyad membacakan surat Al-Kahfi ayat 110, “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”

Jadi, niat yang ikhlas saja belum menjamin amal kita diterima oleh Allah swt., jika dilakukan tidak sesuai dengan apa yang digariskan syariat. Begitu juga dengan perbuatan mulia, tidak diterima jika dilakukan dengan tujuan tidak mencari keridhaan Allah swt.

Delapan Tanda Keikhlasan

Ada delapan tanda-tanda keikhlasan yang bisa kita gunakan untuk mengecek apakah rasa ikhlas telah mengisi relung-relung hati kita. Kedelapan tanda itu adalah:

1. Keikhlasan hadir bila Anda takut akan popularitas

Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, “Sedikit sekali kita melihat orang yang tidak menyukai kedudukan dan jabatan. Seseorang bisa menahan diri dari makanan, minuman, dan harta, namun ia tidak sanggup menahan diri dari iming-iming kedudukan. Bahkan, ia tidak segan-segan merebutnya meskipun harus menjegal kawan atau lawan.” Karena itu tak heran jika para ulama salaf banyak menulis buku tentang larangan mencintai popularitas, jabatan, dan riya.

Fudhail bin Iyadh berkata, “Jika Anda mampu untuk tidak dikenal oleh orang lain, maka laksanakanlah. Anda tidak merugi sekiranya Anda tidak terkenal. Anda juga tidak merugi sekiranya Anda tidak disanjung ornag lain. Demikian pula, janganlah gusar jika Anda menjadi orang yang tercela di mata manusia, tetapi menjadi manusia terpuji dan terhormat di sisi Allah.”

Meski demikian, ucapan para ulama tersebut bukan menyeru agar kita mengasingkan diri dari khalayak ramai (uzlah). Ucapan itu adalah peringatan agar dalam mengarungi kehidupan kita tidak terjebak pada jerat hawa nafsu ingin mendapat pujian manusia. Apalagi, para nabi dan orang-orang saleh adalah orang-orang yang popular. Yang dilarang adalah meminta nama kita dipopulerkan, meminta jabatan, dan sikap rakus pada kedudukan. Jika tanpa ambisi dan tanpa meminta kita menjadi dikenal orang, itu tidak mengapa. Meskipun itu bisa menjadi malapetaka bagi orang yang lemah dan tidak siap menghadapinya.

2. Ikhlah ada saat Anda mengakui bahwa diri Anda punya banyak kekurangan

Orang yang ikhlas selalu merasa dirinya memiliki banyak kekurangan. Ia merasa belum maksimal dalam menjalankan segala kewajiban yang dibebankan Allah swt. Karena itu ia tidak pernah merasa ujub dengan setiap kebaikan yang dikerjakannya. Sebaliknya, ia cemasi apa-apa yang dilakukannya tidak diterima Allah swt. karena itu ia kerap menangis.

Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang maksud firman Allah: “Dan orang-ornag yang mengeluarkan rezeki yang dikaruniai kepada mereka, sedang hati mereka takut bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” Apakah mereka itu orang-orang yang mencuri, orang-orang yang berzina, dan para peminum minuman keras, sedang mereka takut akan siksa dan murka Allah ‘Azza wa jalla? Rasulullah saw. menjawab, “Bukan, wahai Putri Abu Bakar. Mereka itu adalah orang-orang yang rajin shalat, berpuasa, dan sering bersedekah, sementera mereka khawatir amal mereka tidak diterima. Mereka bergegas dalam menjalankan kebaikan dan mereka orang-orang yang berlomba.” (Ahmad).

3. Keikhlasan hadir ketika Anda lebih cenderung untuk menyembunyikan amal kebajikan

Orang yang tulus adalah orang yang tidak ingin amal perbuatannya diketahui orang lain. Ibarat pohon, mereka lebih senang menjadi akar yang tertutup tanah tapi menghidupi keseluruhan pohon. Ibarat rumah, mereka pondasi yang berkalang tanah namun menopang keseluruhan bangunan.

Suatu hari Umar bin Khaththab pergi ke Masjid Nabawi. Ia mendapati Mu’adz sedang menangis di dekat makam Rasulullah saw. Umar menegurnya, “Mengapa kau menangis?” Mu’adz menjawab, “Aku telah mendengar hadits dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, ‘Riya sekalipun hanya sedikit, ia termasuk syirik. Dan barang siapa memusuhi kekasih-kekasih Allah maka ia telah menyatakan perang terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang baik, takwa, serta tidak dikenal. Sekalipun mereka tidak ada, mereka tidak hilang dan sekalipun mereka ada, mereka tidak dikenal. Hati mereka bagaikan pelita yang menerangi petunjuk. Mereka keluar dari segala tempat yang gelap gulita.” (Ibnu Majah dan Baihaqi)

4. Ikhlas ada saat Anda tak masalah ditempatkan sebagai pemimpin atau prajurit

Rasulullah saw. melukiskan tipe orang seperti ini dengan berkataan, “Beruntunglah seorang hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya. Dan jika ia bertugas sebagai pemberi minuman, ia benar-benar melaksanakannya.”

Itulah yang terjadi pada diri Khalid bin Walid saat Khalifah Umar bin Khaththab memberhentikannya dari jabatan panglima perang. Khalid tidak kecewa apalagi sakit hati. Sebab, ia berjuang bukan untuk Umar, bukan pula untuk komandan barunya Abu Ubaidah. Khalid berjuang untuk mendapat ridha Allah swt.

5. Keikhalasan ada ketika Anda mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia

Tidak sedikit manusia hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Bila orang itu menuntun pada keridhaan Allah, sungguh kita sangat beruntung. Tapi tak jarang orang itu memakai kekuasaannya untuk memaksa kita bermaksiat kepada Allah swt. Di sinilah keikhlasan kita diuji. Memilih keridhaan Allah swt. atau keridhaan manusia yang mendominasi diri kita? Pilihan kita seharusnya seperti pilihan Masyithoh si tukang sisir anak Fir’aun. Ia lebih memilih keridhaan Allah daripada harus menyembah Fir’aun.

6. Ikhlas ada saat Anda cinta dan marah karena Allah

Adalah ikhlas saat Anda menyatakan cinta dan benci, memberi atau menolak, ridha dan marah kepada seseorang atau sesuatu karena kecintaan Anda kepada Allah dan keinginan membela agamaNya, bukan untuk kepentingan pribadi Anda. Sebaliknya, Allah swt. mencela orang yang berbuat kebalikan dari itu. “Dan di antara mereka ada orang yang mencela tentang (pembagian) zakat. Jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (At-Taubah: 58)

7. Keikhalasan hadir saat Anda sabar terhadap panjangnya jalan

Keikhlasan Anda akan diuji oleh waktu. Sepanjang hidup Anda adalah ujian. Ketegaran Anda untuk menegakkan kalimatNya di muka bumi meski tahu jalannya sangat jauh, sementara hasilnya belum pasti dan kesulitan sudah di depan mata, amat sangat diuji. Hanya orang-orang yang mengharap keridhaan Allah yang bisa tegar menempuh jalan panjang itu. Seperti Nabi Nuh a.s. yang giat tanpa lelah selama 950 tahun berdakwah. Seperti Umar bin Khaththab yang berkata, “Jika ada seribu mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada seratus mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada sepuluh mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada satu mujahid berjuang di medan juang, itulah aku!”

8. Ikhlas ada saat Anda merasa gembira jika kawan Anda memiliki kelebihan

Yang paling sulit adalah menerima orang lain memiliki kelebihan yang tidak kita miliki. Apalagi orang itu junior kita. Hasad. Itulah sifat yang menutup keikhlasan hadir di relung hati kita. Hanya orang yang ada sifat ikhlas dalam dirinya yang mau memberi kesempatan kepada orang yang mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengambil bagian dari tanggung jawab yang dipikulnya. Tanpa beban ia mempersilakan orang yang lebih baik dari dirinya untuk tampil menggantikan dirinya. Tak ada rasa iri. Tak ada rasa dendam. Jika seorang leader, orang seperti ini tidak segan-segan membagi tugas kepada siapapun yang dianggap punya kemampuan

Manajemen Doa untuk Harapan yang Menguatkan Hidup

Manajemen Doa untuk Harapan yang Menguatkan Hidup
Tazkiyatun Nufus
12/9/2009 | 21 Ramadhan 1430 H | Hits: 5.609
Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo
--------------------------------------------------------------------------------


dakwatuna.com – Dalam realitas pengalaman hidup di zaman modern, seseorang akan menghadapi dua kecenderungan spiritual yang kontradiktif dan cenderung menjadi gejala anomali sosial. Di satu sisi, zaman modern yang ditandai dengan kemajuan sains dan teknologi ini sebagaimana disinyalir oleh John Naisbit dalam High Tech – Haigh Touch: Technology and Our Search for Meaning (1999) justru membuat orang mendewakan teknologi, rasionalitas dan potensi material sehingga sering mengabaikan kekuatan agama dan dinamika spiritual. Namun, di balik gejala zaman modern yang melupakan Allah itu (QS. Al-Hasyr:19), justru terdapat satu fenomena yang mungkin luput dari pengamatan Naisbitt bahwa pada saat yang sama, sebagai keniscayaan sunnatullah, telah tumbuh subur kesadaran spiritualitas di kalangan masyarakat perkotaan, kaum eksekutif dan profesional, kaum teknokrat dan kantoran, bahkan masyarakat pekerja dan rumahan secara umum yang cenderung mendambakan kembali keteduhan rohaniah di tengah galau rutinitas yang bergetah dan kegaduhan materialisme yang memuakkan. Hal itu di antaranya ditandai dengan semakin maraknya kegiatan dzikir dan doa, serta gelar tabligh dan pengajian yang semakin intens, masif dan massal khususnya pada momentum bulan suci Ramadhan.

Doa sebagai ekspresi dzikrullah dalam detak spiritualitas yang merupakan saripati ibadah sebagaimana sabda Rasul (HR. Bukhari dan Muslim) memberikan makna kesadaran diri cognizance (self awareness) yang senantiasa merasakan kehadiran Tuhan dan pengakuan kelemahan diri. Doa pada dasarnya bukan sekadar ritual melainkan sebuah oase di tengah gurun kebisingan dan sebuah taman di tengah rimba keresahan duniawi. Sebab doa sebagai manifestasi dzikrullah menjanjikan ketenangan dan keteduhan batin apa yang sangat dirindukan oleh manusia zaman modern seperti pesan perjalanan spiritual John Kehoe, penulis buku best seller Mind Power melalui pengalaman kontemplasi dan meditasi doa (QS. Ar-Ra’d:28). Doa yang benar akan membawa keteguhan istiqamah dalam prinsip hidup dan dengan doa seseorang akan memiliki sikap optimis, karena doa pada hakikatnya merupakan rintihan dan curhat hamba kepada al-Khaliq sebagai pemilik segala kekuatan dengan harapan curahan pertolongan.

Karena doa merupakan bagian dzikrullah, maka ia otomatis tidak dapat dipisahkan dari keimanan kepada Allah yang senantiasa ada untuk dipuja dan dimohon yang telah memerintahkan hamba-Nya untuk tidak jemu memohon kepada-Nya dan Dia mencintai hamba-Nya yang rajin berdoa secara benar dan kontinyu sebagaimana kesimpulan Karl Jasper bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang tak kenal lelah untuk mendengarkan doa manusia. (QS. Al-Mukmin:60, al-A’raf:55-56)

Rudolf Otto dalam bukunya yang terkenal, Das Heilige, memberikan indikasi terhadap orang yang berdoa atau beragama, dalam dua terminologi yaitu pertama; tremendum yang mencerminkan perasaan orang yang mendatangi Tuhan dengan suasana takut dan kedua; facsinans yang mencerminkan perasaan ketertarikan dan harapan. Namun dalam terminologi Islam, konsideran doa tidak sekadar rasa takut (khouf) yang melahirkan jiwa tabah dan berani dan rasa harapan (roja’) yang melahirkan jiwa yang optimis dan menumbuhkan motivasi, melainkan juga terdapat gelora rasa cinta (mahabbah) yang menghidupkan dan menerangi jiwa yang akan semakin mesra dengan Allah Sang Maha Kekasih. (QS. Al-Anfaal:2)

Gumam mulut dan ucapan lidah di dalam berdoa bukanlah hakikat dari doa itu sendiri, karena doa merupakan esensi jiwa yang harus disampaikan dengan sepenuh kalbu dan dari nurani terdalam dengan penuh kesadaran (QS. Al-A’raf:205). Bermunajat kepada Allah sudah semestinya memerlukan manajemen doa, karena betapa banyak orang yang berdoa panjang disertai suara keras dan lelehan air mata, namun tidak disertai fiqih doa sehingga doanya tidak efektif betapapun tulus pintanya.

Kekuatan doa yang akan mengalirkan energi dahsyat dan banyak mukjizat dalam hidup memerlukan kekuatan dalam berdoa yang berupa keyakinan. Sebuah pengalaman nyata yang saya alami secara pribadi membenarkan hal itu. Dalam sebuah kesempatan, saya pernah diamanahi untuk membimbing jamaah haji dan peristiwa ajaib itu bermula pada prosesi haji di Mina di mana beberapa jamaah saya tersesat dan terlepas dari rombongan sehingga membuat kami semua kerepotan mencari-cari mereka beberapa hari. Akhirnya, pada saat klimaks tidak ada harapan lagi menemukan mereka kecuali bergantung doa kepada Allah Yang Maha Kuasa dan diliputi rasa tanggung jawab, maka dengan penuh keyakinan yang sulit digambarkan saya berdoa kepada Allah di depan jumrah ‘Aqabah dengan berucap lirih “Ya Allah, jika Janji-Mu memang benar, tanah suci-Mu memang mulia, dan hari suci-Mu memang agung, pertemukanlah kami dengan mereka yang hilang sekarang juga.” Dan apa yang terjadi sekejap setelah itu sungguh sempat memerindingkan bulu kuduk saya dengan serta merta jamaah yang hilang berlalu di hadapan saya dan seketika spontan kami memanggil dan akhirnya bertemu dengan mereka. Kejadian itu sempat membuat hati kami haru dan bertambah yakin bahwa “Maha benar Engkau Ya Allah dengan segala janji-Mu; berdoalah kepada-Ku niscaya akan Ku-kabulkan”.

Herbert Benson dan William Proctor dalam Beyond the Relaxation Response (1984) berkeyakinan bahwa doa yang penuh kekuatan iman akan dapat memberikan kesembuhan. Hal itu secara empirik terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Randolph Byrd, seorang kardiolog dan mantan profesor Universitas California terhadap 393 pasien di Rumah Sakit Umum San Fransisco yang dibagi secara acak dan dikelompokkan pada tempat yang berbeda. Setiap pasien didoakan oleh lima puluh tujuh orang. Hasilnya sungguh sangat menakjubkan. Pasien yang didoakan menunjukkan keadaan yang jauh lebih baik daripada mereka yang tidak didoakan. Mereka hanya membutuhkan 20% antibiotik daripada kelompok yang tidak didoakan yang kemungkinan terkena pulmonary edema ‘paru-paru basah’ 30% lebih kecil. Pembuktian ilmiah tentang kekuatan doa ini, diteruskan dengan penelitian terhadap tumbuh-tumbuhan. Benih gandum yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu benih yang didoakan dan yang tidak. Hasilnya ternyata benih yang didoakan tumbuh dengan cabang-cabangnya yang kuat dan lebih banyak dibandingkan dengan benih yang tidak didoakan.

Sebuah publikasi penelitian tentang kanker yang dilakukan oleh para peneliti dari National Institutes of Health, USA yang dipimpin oleh Dr. Richad Childs, menyatakan bahwa penyakit kanker yang berat seperti kanker darah, kanker ginjal dan kanker getah bening biasanya sangat resisten dan tidak mempan terhadap berbagai pengobatan seperti chemotherapy maupun radio therapy. Namun, sel-sel kanker ganas ini rupanya justru sangat rentan (susceptible) dan takluk terhadap sistem kekebalan tubuh melalui sistem imunitas penderita dan di antara cara peningkatan sistem kekebalan tubuh adalah sebagaimana temuan seorang dokter lulusan Universitas Airlangga Surabaya yaitu melalui ikhtiar spiritual doa dan shalat yang benar dan rutin seperti melazimkan wirid tahajjud.

Menurut Norman Vincent Peale dalam The Power of Positive Thinking bahwa dewasa ini orang cenderung sering berdoa dibandingkan sebelumnya, karena mereka semakin merasakan bahwa doa dapat menambah efisiensi pribadi dan doa membantu mereka menyadap kekuatan dan memanfaatkan kekuatan yang tersedia. Doa sebagaimana kesimpulan pakar psikologi merupakan kekuatan terbesar yang tersedia bagi seseorang dalam memecahkan masalah pribadinya. Kekuatan doa adalah manifestasi dari energi seperti halnya ada teknik ilmiah untuk pelepasan energi atom, maka ada prosedur ilmiah untuk pelepasan energi spiritual melalui mekanisme doa. Kekuatan doa tampaknya bahkan mampu menormalkan proses penuaan, meniadakan atau membatasi kelemahan dan kemunduran.

Untuk mendapatkan hasil yang efektif dari doa, Peale menawarkan sepuluh kaidah dalam manajemen doa; 1. Meluangkan beberapa menit dalam setiap hari untuk hanya berfikir dan mengingat Tuhan; 2. Berdoa secara lisan dengan menggunakan kata-kata yang sederhana dan wajar sesuai suara hati; 3. Berdoalah sementara Anda memulai urusan kehidupan sehari-hari; 4. Jangan selalu meminta ketika Anda berdoa melainkan juga dengan pujian dan mengucapkan syukur; 5. Berdoalah dengan keyakinan bahwa doa yang sungguh-sungguh dapat menjangkau siapapun yang Anda kasihi; 6. Jangan pernah menggunakan pikiran negatif dalam berdoa; 7. Selalu ekspresikan kesediaan untuk menerima kehendak Tuhan; 8. Latihlah sikap menyerahkan segalanya ke dalam tangan Tuhan; 9. Berdoalah untuk orang-orang yang Anda tidak sukai atau memperlakukan Anda dengan buruk; 10. Buatlah daftar orang yang ingin Anda doakan. Semakin banyak Anda berdoa untuk orang lain, khususnya mereka yang tidak berhubungan dengan Anda, semakin banyak hasil doa akan kembali kepada Anda.
Kaidah kesepuluh tersebut sebenarnya juga dianjurkan oleh Frank Laubach dalam bukunya Prayer, the Mightiest Power in the World melalui teknik mengalirkan energi doa yang positif, ibarat tembakan strum listrik kepada siapapun tanpa pandang bulu termasuk orang-orang di jalanan yang ditemuinya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw. bahwa seseorang yang mendoakan orang lain maka malaikat akan berdoa serupa untuknya.

Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar menyebutkan bahwa syarat diterimanya doa adalah energi yang dikonsumsi untuk berdoa adalah halal dan berusaha menjauhi perbuatan maksiat. Imam ar-Razi mengatakan dalam pesan doanya: “Bagaimana aku berdoa kepada-Mu sementara aku berbuat maksiat, dan bagaimana aku tidak berdoa kepada-Mu padahal Engkau Maha Pemurah.”

Dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam al-Ghazali menyampaikan sepuluh metode dalam manajemen doa yang efisien untuk mendapatkan hasilnya yang efektif; 1. Memilih waktu yang tepat dan memanfaatkan saat-saat mulia seperti Ramadhan, ‘Arafah, Jum’at, dan saat sepertiga akhir di waktu sahur yang merupakan saat mustajab; 2. Memanfaatkan kondisi yang mustajab (terkabul) seperti kondisi sujud, jihad, turun hujan, qamat; 3. menghadap kiblat, menengadahkan tangan, dan mengusap wajah saat selesai; 4. menyederhanakan suara dan menghindari suara keras; 5. menyederhanakan bahasa doa dan lebih afdhal bila takut salah ucap sebaiknya menggunakan doa al-Qur’an dan doa yang diajarkan atau dilakukan oleh Nabi; 6. penuh khidmat, khusyu’ dan emosi jiwa; 7. bersungguh-sungguh dalam memohon dan berharap yang disertai keyakinan dikabulkan doanya; 8. menekankan permohonannya dan dapat mengulanginya tiga kali tanpa disertai prasangka akan lama dikabulkannya; 9. memulai doanya dengan dzikir dan pujian kepada Allah serta shalawat kepada Rasulullah; 10. Itikad tulus dan niat kuat untuk bertaubat secara benar dan merehabilitasi akibat kezhalimannya serta berhijrah kepada Allah.

Doa merupakan kekuatan dan energi yang tiada tara karena ia terhubung dengan Dzat Yang Maha Kuasa. Doa bagi seorang mukmin adalah senjata (silah) karena tidak ada perlindungan dan daya kecuali dari Allah. Sungguh tidak tahu diri seseorang yang hanya tergantung pada materi yang rapuh dan fana sehingga meremehkan kekuatan doa. Alangkah celakanya orang yang merasa telah banyak berdoa dan bahkan pada waktu dan tempat yang mustajab, namun tak kunjung efektif, karena sesungguhnya ia membiarkan virus haram dalam konsumsinya menghambat aliran frekuensi doa untuk sampai kepada Allah. Adalah sangat beruntung orang yang hembus nafasnya selalu mengandung unsur doa yang benar sesuai kadar dan komposisi yang tepat serta bersih dari partikel haram yang mengganggunya keterkabulannya. Wallahu A’lam Wa Billahit Taufiq Wal Hidayah. []

shalat khusu

Shalat Khusyu’
Tazkiyatun Nufus
13/10/2009 | 23 Syawal 1430 H | Hits: 6.212
Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah
--------------------------------------------------------------------------------


dakwatuna.com - Jika semua ibadah disampaikan pewajibannya kepada Nabi melalui malaikat Jibril. Tidak demikian halnya dengan shalat, ibadah ini disampaikan secara langsung oleh Allah melalui peristiwa besar yang dialami seorang hamba, Isra’ dan Mi’raj. Shalat adalah ibadah paling utama dalam Islam. Bahkan ia adalah amal pertama yang akan ditanyakan Allah ketika seseorang masuk ke dalam kuburnya. Begitu penting shalat di antara amal ibadah ini maka seorang muslim diwajibkan mengerjakannya lima kali sehari semalam, di tambah lagi dengan shalat-shalat sunnah. Jika pada ibadah lain kewajibannya disyaratkan adanya istitha’ah (kemampuan) seperti haji dan zakat. Pada ibadah puasa, kalau seseorang tidak mampu melaksanakannya karena sakit atau uzur lainnya, ia boleh mengganti puasa di hari lain atau bahkan boleh menggantinya dengan fidyah jika benar-benar tidak mampu melakukannya, seperti jika seseorang sakit parah atau berusia lanjut. Maka dalam shalat uzur yang membuat uzur fisik yang menjadikan seseorang boleh meninggalkannya sampai ia bertemu dengan Allah.

Urgensi Khusyu’ dalam Shalat

Khusyu’ dalam shalat adalah cermin kekhusyu’an seseorang di luar shalat.
Khusyu’ dalam shalat adalah sebuah ketundukan hati dalam dzikir dan konsentrasi hati untuk taat, maka ia menentukan nata’ij (hasil-hasil) di luar shalat. Olerh karena itulah Allah memberi jaminan kebahagiaan bagi mu’min yang khusyu’ dalam shalatnya.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang dalam shalatnya selalu khusyu’” (Al-Mu’minun:1-3).

Begitu juga iqamatush-shalah yang sebenarnya akan menjadi kendali diri sehingga jauh dari tindakan keji dan munkar. Allah berfirman,

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

“Dan tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah tindakan keji dan munkar” (Al-Ankabut:45).

Sebaliknya, orang yang melaksanakan shalat sekedar untuk menanggalkan kewajiban dari dirinya dan tidak memperhatikan kualitas shalatnya, apalagi waktunya, maka Allah dan Rasul-Nya mengecam pelaksanaan shalat yang semacam itu. Allah berfirman,

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

“Maka celakalah orang-orang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya” (Al-Maun: 4-5)

Shalat yang tidak khusyu’ merupakan ciri shalatnya orang-orang munafik. Seperti yang Allah firmankan,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sessungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah (balas) menipu mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri malas-malasan, mereka memamerkan ibadahnya kepada banyak orang dan tidak mengingat Allah kecuali sangat sedikit” (An-Nisa’:142).

Rasulullah saw. bersabda,

تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيْ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا

“Itulah shalat orang munafiq, ia duduk-duduk menunggu matahari sampai ketika berada di antara dua tanduk syetan, ia berdiri kemudian mematok empat kali, ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (Diriwayatkan Al-Jama’ah kecuali Imam Bukhari).

2. Hilangnya kekhusyu’an adalah bencana bagi seorang mukmin.

Hilangnya kekhusyu’an dalam shalat adalah musibah (bencana) besar bagi seorang mukmin. Ini bisa memberi pengaruh buruk terhadap pelaksanaan agamanya, karena shalat adalah tiang penyangga tegaknya agama. Maka Rasulullah saw. berlindung kepada Allah, “Ya, Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak puas, mata yang tidak menangis, dan do’a yang tidak diijabahi”

3. Khusyu’ adalah puncak mujahadah seorang mukmin

Khusyu’ adalah puncak mujahadah dalam beribadah, hanya dimiliki oleh mukmin yang selalu bersungguh-sungguh dalam muraqabatullah. Khusyu’ bersumber dari dalam hati yang memiliki iman kuat dan sehat. Maka khusyu’ tidak dapat dibuat-buat atau direkayasa oleh orang yang imannya lemah. Pernah ada seorang laki-laki berpura-pura shalat dengan khusyu’ di hadapan umar bin Khatthab ra. dan ia menegurnya, “Hai pemilik leher. Angkatlah lehermu! Khusyu; itu tidak berada di leher namun berada di hati.”

Ayat-ayat tentang khusyu’ dalam shalat:

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 45-46).

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.” (Al-Mukminun: 1-2).

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238).

Al-Mujahid berkata, “Di antara bentuk qunut adalah tunduk, khusyu’, menundukkan pandangan, dan merendah karena takut kepada Allah.

“Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Al-Insyirah: 7-8)

Al-Mujahid berkata, “Kalau kamu selesai dari urusan dunia segeralah malakukan shalat, jadikan niat dan keinginganmu hanya kepada Allah.”

Hadits-hadits dan atsar anjuran tentang shalat khusyu’

عَنْ أَنسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْْهِ وَسَلَّمَ ” َاْذُكُرِ الْمَوْتَ فِى صَلاَتِكَ فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا ذَكَرَ الْمَوْتَ فِى صَلاَتِهِ لَحَرِيٌّ أَنْ يُحْسِنَ صَلاَتَهُ وَصَلَّى صَلاَةَ رَجُلٍ لاَ يَظُنُّ أَنَّهُ يُصَلِّى صَلاَةً غَيْرَهَا وَإِيَّاكَ وَكُلُّ أَمْرٍ يُعْتَذَرُ مِنْهُ ” رواه الديلمي فى مسند الفردوس وحسنه الحافظ ابن حجر و تابعه الألباني

Anas ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Ingatlah akan kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat kematian dalam shalatnya tentu lebih mungkin bisa memperbagus shalatnya dan shalatlah sebagaimana shalatnya seseorang yang mengira bahwa bisa shalat selain shalat itu. Hati-hatilah kamu dari apa yang membutmu meminta ampunan darinya.” (Diriwayatkan Ad-Dailami di Musnad Firdaus, Al-Hafidz Ibnu Hajar menilainya hasan lalu diikuti Albani.

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عِظْنِي وَأَوْجِزْ فَقَالَ إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا وَاجْمَعْ الْإِيَاسَ مِمَّا فِي يَدَيْ النَّاسِ رواه أحمد وحسنه الألباني

Abu Ayyub Al-Anshari ra berkata, seseorang datang kepada Nabi saw. lalu berkata, “Nasihati aku dengan singkat.” Beliau bersabda, “Jika kamu hendak melaksanakan shalat, shalatnya seperti shalat terakhir dan janganlah mengatakan sesuatu yang membuatmu minta dimaafkan karenanya dan berputus asalah terhadap apa yang ada di angan manusia.” (Diriwayatkan Ahmad dan dinilai hasan oleh Albani).

عَنْ مُطَرِّفٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَفِي صَدْرِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ الرَّحَى مِنْ الْبُكَاءِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رواه أبو داود و الترمذي

Dari Mutharif dari ayahnya berkata, “Aku melihat Rasulullah saw shalat dan di dadanya ada suara gemuruh bagai gemuruhnya penggilingan akibat tangisan.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi).

عَنْ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ “مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأ فَيُسْبِغُ الْوُضُوْءَ ثُمَّ يَقُوْمُ فِى صَلاَتِهِ فَيَعْلَمُ مَا يَقُوْلُ إِلاَّ انْتَفَلَ وَهُوَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ رواه الحاكم وصححه الألباني

Utbah bin Amir meriyatkan dari Nabi yang bersabda, “Tidaklah seorang muslim berwudhu dan menyempurnakan wudhunya lalua melaksakan shalat dan mengetahuai apa yang dibacanya (dalam shalat) kecuali ia terbebas (dari dosa) seperti di hari ia dilahirkan ibunya.” (Diriwayatkan Al-Hakim dan dinilai shahih oleh Albani).

Khusyu’nya para Salafus Shalih

Abu Bakar

Imam Ahmad meriwatkan dari Mujahid bahwa Abdullah bin Zubair ketika shalat, seolah-olah ia sebatang kayu karena kyusyu’nya. Abu Bakar juga demikian.

Umar bin Khathab

Juga diriwayatkan ketika Umar melewati satu ayat (dalam shalat). Ia seolah tercekik oleh ayat itu dan diam di rumah hingga beberapa hari. Orang-orang menjenguknya karenanya mengiranya sedang sakit.

Utsman bin Affan

Muhammad bin Sirin meriwayatkan, istri Utsman berkata bahwa ketika Utsman terbunuh, malam itu ia menghidupkan seluruh malamnya dengan Al-Qur’an.

Ali bin Abi Thalib

Dan adalah Ali bin Abi Thalib, ketika waktu shalat tiba ia begitu terguncang dan wajahnya pucat. Ada yang bertanya, “Ada apa dengan dirimu wahai Amirul Mukminin?” ia menjawab, “Karena waktu amanah telah datang. Amanah yang disampaikan kepada langit, bumi, dan gunung, lalu mereka sanggup memikulnya dan aku sanggup.”

Zainal Abidin bin Ali bin Husain

Diriwayatkan pula ketika Zainal Abidin bin Ali bin Husain berwudhu, wajahnya berubah dan menjadi pucat. Dan ketika shalat, ia menjadi ketakutan. Ketika ditanya tentang hal itu ia menjawab, “Tahukan anda di hadapan siapa anda berdiri?”

Hatim Al-Asham

Seseorang melihat Hatim Al-Asham berdiri memberi nasihat kepada orang lain. Orang itu berkata, “Hatim, aku melihatmu memberi nasihat orang lain. Apakah kamu bisa shalat dengan baik?”

“Ya.”

“Bagaimana kamu shalat?”

“Aku berdiri karena perintah Allah.

Aku berjalan dengan tenang.

Aku masuk masjid dengan penuh wibawa.

Aku bertakbir dengan mangagungkan Allah.

Aku membaca ayat dengan tartil.

Aku duduk tasyahud dengan sempurna.

Aku mengucapkan salam karena sunnah dan memasrahkan shalatku kepada Rabbku.

Kemudian aku memelihara shalat di hari-hari sepanjang hidupku.

Aku kembali sambil mencaci diriku sendiri.

Aku takut kiranya shalatku tidak diterima.

Aku berharap kiranya shalatku diterima.

Jadi, aku berada di antara harap dan takut.

Aku berterima kasih kepada orang yang mengajarkanku dan mengajarkan kepada orang yang bertanya.

Dan aku memuji Tuhanku yang memberi hidayah kepadaku.

Muhammad bin Yusuf berkata,

“Orang seperti kamu ini berhak untuk memberi nasihat.”

Kecaman Bagi yang Meninggalkan Kekhusyukan

Sifat seorang mukmin adalah khusyu’ dalam shalat, sementara orang yang lalai dan tidak bisa khusyu’ dalam shalatnya seperti sifat orang-orang munafik.

Allah berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah yang (membalas) menipu mereka. Apabila hendak shalat, mereka melaksanakannya dengan malas dan ingin dilihat manusia serta tidak berzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan Ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (An-Nisa’ : 142-143).

Inilah sifat orang-orang munafik dalam amal yang sangat mulia, shalat. Ini disebabkan pada diri mereka tidak ada niat, rasa takut, dan keimanan kepada Allah. Sifat lahiriyah mereka adalah malas dan sifat batiniyah lebih buruk lagi, agar dilihat oleh orang lain.

Seperti firman Allah yang lain,

“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan Karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (At-Taubah: 54).

Dalam kondisi apapun mereka tidak melakukan shalat selain bermalas-malasan. Karena tidak ada pahala yang mereka harapkan dan tidak ada yang mereka takutkan. Maka dengan shalat itu mereka hanya ingin menampakkan sebagai orang Islam dan demi kepentingan dunia semata.

Rasulullah pernah mengingatkan orang yang nampak tidak khusyu’ dalam shalatnya bahkan menyusuh orang itu untuk mengulanginya. Abu Hurairah meriwatkan,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ السَّلَامَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ ثَلَاثًا فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِي قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا

Bahwa Nabi masuk masjid kemudian masuk pula seseorang ke dalam masjid lalu ia shalat dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi saw menjawab salamnya dan bersabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat.” Serta merta orang itu pun shalat lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw dan beliau besabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belu shalat,” tiga kali. Orang itu berkata, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa lebih baik dari itu, maka ajarilah aku.” Beliau bersabda, “Apabila kamu hendak shalat beratkbirlah lalu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an (Al-Fatihah). Lalu ruku’lah sampai kamu benar-benar tenang dalam ruku’, kemudian angkatlah sampai tegak berdiri, lalu sujudlah sampai tenang dalam sujud, kemudian bangunlah sampai kamu tenang dalam duduk, kemudian sujudlah sampai kamu tenang dalam sujud. Lakukan hal itu dalam semua shalatmu.”

Abu Darda’ meriwatkan dari Nabi saw. yang bersabda,

أَوَّلُ شَيْئٍ يُرْفَعُ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ الْخُشُوْعُ حَتَّى لاَ تَرَى فِيْهَا خَاشِعًا

“Hal pertama yang diangkat dari ummat ini adalah khusyu’sampai-sampai kamu tidak menemukan seorang pun yang khusyu’.” (Thabrani dengan sanad baik dan dinilai shahih oleh Albani).

Thalq bin Ali Al-Hanafi ra berkata, Rasulullah saw bersabda,

لاَ يَنْظُرُ اللهُ صَلاَة َعَبْدٍ لاَ يُقيْمُ فِيْهَا صُْلْبَهُ بَيْنَ ركُوْعِهَا وَ سُجُوْدِهَا

“Allah tidak akan melihat shalat seseorang hamba yang tidak tegak tulang sulbinya antara tuku’ dan sujudnya.” (Diriwayatkan Thabrani dan dishahihkan Albani).

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ الأَشْعَرِي أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله ِعَلَيْهِ وَ سَلَّمَ رَأى رَجُلاً لاَ يُتِمُّ رُكُوْعَهُ وَينْقِرُ فِى سُجُوْدِهِ وَهُوَ يُصَلِّي فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : “لَوْ مَاتَ هَذَا عَلَى حَالِهِ هَذِهِ مَاتَ عَلَى غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ” مَثَلُ الَّذِي لاَ يُتِمُّ رُكُوْعَهُ وَ يَنْقِرُ فِى سُجُوْدِهِ مَثلُ الْجَاِئع ، يَأكُلُ التَّمْرَ ةَ أَوِ التَّمْرَتَيْنِ لاَ يُغْنِيَانِ عَنْهُ شَيْئًا”

Abu Abdullah Al-Asy’ari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. melihat seseorang yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan mematok dalam sujudnya dalam shalatnya. Rasulullah saw bersabda, “Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti ini tentu ia mati di luar agama Muhammad saw.” Lalu beliau bersabda lagi, “Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan mematok dalam sujudnya bagai orang lapar lalu ia makan satu atau dua biji kurma namun tidak merasa kenyang sedikit pun.” (Diriwayatkan Thabrani di Al-Kabir, Abu Ya’la, dan Khuzaimah. Albani menilainya hasan).

Atsar tentang ancaman bagi mereka yang mengabaikan khusyu’ dalam shalat.

Umar bin Khatthab

Umar bin Khatthab ra pernah melihat seseorang yang mengangguk-anggukkan kepalanya dalam shalat lalu ia berkata, “Hai pemilik leher. Angkatlah lehermu! Khusyu; itu tidak berada di leher namun berada di hati.”

Ibnu Abbas

“Kamu tidak mendapatkan apa-apa dari shalatmu selain apa yang kamu mengerti darinya.”

“Dua rakaat sederhana yang penuh penghayatan lebih baik daripada qiyamul-lail namun hatinya lalai.”

Salman

“Shalat adalah takaran. Barangsiapa memenuhi takaran itu akan dipenuhi (pahalanya) dan barangsiapa curang ia akan kehilangan (pahalanya). Kalian telah tahu apa yang Allah katakan tentang orang-orang yang curang terhadap takaran.”

Hudzaifah

“Hati-hatilah kalian terhadap kekhusyu’an munafik.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dengan kekhusyu’an munafik itu?” Ia menjawab, “Yaitu orang yang kamu lihat jasadnya khusyu’ namun hatinya tidak khusyu’.”

Said bin Musayyib

Ia melihat seseorang yang main-main dalam shalatnya lalu berkata, “Kalau hati orang ini khusyu’ tentu raganya juga khusyu’.”

Ibul Qayyim

Lima tingkatan manusia dalam shalat:

Pertama: Tingkatan orang yang mendzalimi dan sia-sia. Orang yang selalu kurang dalam hal wudhu’nya, waktu-waktu shalatnya, batasan-batasannya, dan rukun-rukunnya.

Kedua: Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Akan tetapi ia tidak bermujahadah terhadap bisikan-bisikan di saat shalat akhirnya ia larut dalam bisikan itu.

Ketiga: Orang yang memelihara waktu-waktunya, batasan-batasannya, rukun-rukun lahiriyahnya, dan wudhu’nya. Ia juga bermujahadah melawan bisikan-bisikan dalam shalatnya agar tidak kecolongan dengan shalatnya. Maka ia senantiasa dalam shalat dan dalam jihad.

Keempat: Orang yang ketika melaksanakan shalat ia tunaikan hak-haknya, rukun-rukunnya, dan batasan-batasannya. Haitnya tenggelam dalam upaya memelihara batasan-batasannya dan rukun-rukunnya agar tidak ada yang menyia-nyiakannya sedikitpun. Seluruh perhatiannya terpusat kepada upaya memenuhi sebagaimana mestinya, secara sempurna dan utuh. Hatinya benar-benar larut dalam urusan shalat dan penyembahann kepada Tuhannya.

Kelima: Orang yang menunaikan shalat seperti di atas (keempat) di samping itu ia telah meletakkan hatinya di haribaan Tuhannya. Dengan hatinya ia melihat Tuhannya, merasa diawasi-Nya, penuh dengan cinta dan mengagungkan-Nya. Seoalah-olah ia melihat da menyaksikan-Nya secara kasat mata. Seluruh bisikan itu menjadi kecil dan tidak berarti da ada hijad yang begitu tinggi antaranya dengan Tuhannya dalam shalatnya. Hijab yang lebih kuat daripada hijab antara langit dan bumi. Maka dalam shalatnya ia sibuk bersama Tuhannya yang telah menjadi penyejuk matanya.

Tingkatan pertama Mu’aqab (disiksa karena kelalaiannya), yang kedua Muhasab (dihisab), yang ketiga Mukaffar ‘Anhu (dihaspus kesalahannya), yang ketiga Mutsab (mendapatkan pahala), dan yang kelima Muqarrab min Rabbihi (yang didekatkan kepada Tuhannya) karena ia mendapatkan bagian dalam hal dijadikannya shalat sebagai penyejuk mata. Barangsiapa yang dijadikan kesenangannya pada shalatnya di dunia ia akan didekatkan kepada Tuhannya di akhirat dan di dunia ia diberi kesenangan. Lalu barangsiapa yang kesenangannya ada pada Allah dijadikan semua orang senang kepadanya dan barangsiapa yang kesenangannya bukan pada Allah ia akan mendapatkan kegelisahan di dunia.

Contoh Kekhusyu’an Salafus Shalih

Mujahid berkata, “Jika Ibnu Zubair shalat, ia seperti kayu.” Tsabit Al-Banani juga berkata, “Aku pernah melihat Ibnu Zubair sedang shalat di belakang Maqam, ia seperti kayu yang disandarkan, tidak bergerak sama sekali.”

Ma’mar, muazzinnya Salman At-Tamimi berkata, “Salman shalat Isya’ di sampingku lalu aku mendengarnya membaca Tabaraka al-ladzi bi yadihi al-Mulku, ketika sampai pada ayat ini, fa lamma raawhu zulfatan siiat wajuhul ladzina kafaru… Ia mengulang-ulang ayat tersebut samapai orang-orang yang berada di masjid ketakutan dan mereka pun bubar. Aku juga keluar meninggalkannya.”

Kiat-kiat Khusyu’ dalam Shalat

A. Mempersiapkan kondisi batin

1. Menghadirkan hati dalam shalat sejak mulai hingga akhir shalat.

2. Berusaha tafahhum (memahami) dan tadabbur (menghayati) ayat dan do’a yang dibacanya sehingga timbul respon positif secara langsung.

Ayat yang mengandung perintah: bertekad untuk melaksanakan.

Ayat yang mengandung larangan: bertekad untuk menjauhi.

Ayat yang mengandung ancaman: muncul rasa tajut dan berlindung kepada Allah.

Ayat yang mengandung kabar gembira: muncul harapan dan memohon kepada Allah.

Ayat yang mengandung pertanyaan: memberi jawaban yang tepat.

Ayat yang mengandung nasihat: mengambil pelajaran.

Ayat yang menjelaskan nikmat: bersyukur dan bertahmid

Ayat yang menjelaskan peristiwa bersejarah: mengambil ibrah dan pelajarannya.

3. Selalu mengingat Allah dan betapa sedikitnya kadar syukur kita.

4. Merasakan haibah (keagungan) Allah ketika berada di hadapan-Nya, terutama saat sujud. Rasulullah bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Dari Abu Huirairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sedekat-dekat seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (Riwayat Muslim)

5. Menggabungkan rasa raja’ (harap) dan khauf (takut) dalam kehidupan sehari-hari.

6. Merasakan haya’ (malu) kepada Allah dengan sebenar-benar haya’.

Rasulullah bersabda,

الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Rasa malu tidak akan mendatangkan selain kebaikan” (Muttafaq ‘alaih).

Dan para ulama berkata, “Hakikat haya’ adalah satu akhlak yang bangkit untuk meninggalkan tindakan yang buruk dan mencegah munculnya taqshir (penyia-nyiaan) hak orang lain dan hak Allah.”

B. Mempersiapkan kondisi lahiriyah:

1. Menjauhi yang haram dan maksiat lalu banyak bertaubah kepada Allah.

2. Memperhatikan dan menunggu waktu-waktu shalat.

Rasulullah saw. bersabda,

لَا يَزَالُ الْعَبْدُ فِي صَلَاةٍ مَا كَانَ فِي الْمَسْجِدِ يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ مَا لَمْ يُحْدِثْ

“Seorang hamba senantiasa dalam keadaan shalat selama ia berada di dalam masjid menunggu (waktu) shalat selama tidak batal.” (Bukhari Muslim).

3. Berwudlu’ sebelum datangnya waktu shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ فِي صَلَاةٍ مَا دَامَ يَعْمِدُ إِلَى الصَّلَاةِ وَإِنَّهُ يُكْتَبُ لَهُ بِإِحْدَى خُطْوَتَيْهِ حَسَنَةٌ وَيُمْحَى عَنْهُ بِالْأُخْرَى سَيِّئَةٌ فَإِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ الْإِقَامَةَ فَلَا يَسْعَ فَإِنَّ أَعْظَمَكُمْ أَجْرًا أَبْعَدُكُمْ دَارًا قَالُوا لِمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ مِنْ أَجْلِ كَثْرَةِ الْخُطَا

“Barangsiapa berwudhu dengan baik kemudian keluar untuk tujuan shalat. Maka orang itu berada dalam shalat selama ia bertujuan menuju shalat. Setiap satu langkahnya ditulis kebaikan dan langkah lainnya dihapus kesalahan.” (Riwayat Imam Malik).

4. Berjalan ke masjid dengan tenang sambil membaca do’a dan dzikirnya.

إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَلاَ تَأْتُوْهَا وَأنْتُمْ تَسْعَوْنَ فَمَا أدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا

“Jika kalian berangkat shalat hendaklah dengan tenang janganlah kalian berangkat shalat tergesa-gesa, jika kalian mendapatinya shalatlah dan jika ketinggalan maka sempurnakan.” (Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

5. Menempatkan diri pada shaf depan.

6. Melakukan shalat sunnah sebelum shalat wajib sebagai pemanasan.

7. Shalat dengan menjaga sunnahnya dan menghindari makruhnya.

Allahu a’lam.